Halaman

Minggu, 07 Juli 2013

Suami, Istri dan Orang Tua

Istri yang baik adalah istri yang taat pada suaminya. Suami yang baik adalah suami yang taat pada orang tuanya. Seorang istri harus membantu suaminya untuk selalu taat pada orang tuanya.

Menantu agar tidak digalaki mertua harus bisa menjadi sahabat yang baik, menjalin hubungan yang baik, jadi pendengar yang baik, dan beretika pada mertua, karena suatu saat kita juga akan menjadi tua seperti mereka.

 
 
Sebagai menantu, jangan pernah menyakiti mertua karena mertua adalah orang tua kita juga. Demikian juga sebaliknya. Sebagai mertua, jangan pernah menyakiti menantu karena menantu sama halnya dengan anak sendiri. 

Kalau ada mertua yang dzalim kepada menantu perempuannya, sikap seorang suami adalah : Suami harus berada di tengah-tengah. Jangan terlalu berpihak kepada istri juga jangan terlalu berpihak pada ibu. Cari akar permasalahannya dan temukan solusi terbaik. Pada dasarnya tidak ada mertua yang berniat dzalim pada menantu hanya saja terkadang mertua merasa "memiliki saingan" atas kehadiran menantunya. Hal itu terjadi jika tidak didukung sikap menantu yang kooperatif pada mertua. 

Seperti halnya jodoh, mertua kita pun sudah ditentukan Allah. Menantu kita juga demikian. Mertua adalah orang tua pasangan hidup kita, sedangkan menantu adalah pasangan dari anak kita. Oleh karena itu, mertua dan menantu harus bisa berperan sebagai partner yang juga saling melengkapi.

Mari meraih pahala...
Mari meraih keikhlasan..
Mari meraih keridhaan Allah...
Lewat ibadah dalam rumah kita...

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim : 6)
 
 

Kisah Mertua dan Menantu

Urainab baru saja menikah. Ia tinggal bersama suami di rumah mertuanya. Sejak pertama kali tinggal di rumah mertuanya, Urainab sudah merasa tidak cocok dengan ibu mertua. Urainab merasa mertuanya sangat keras dan cerewet. Urainab sering dikritik ibu mertua karena perbedaan sikap dan prinsip mereka dalam semua perkara.

Pertengkaran sering teijadi. Urainab dan ibu mertua selalu berselisih. Yazid, suami Urainab merasa sedih melihat hal itu. Namun, dia tidak mampu menyelesaikan persoalan antara istri dan ibunya. Jika dia membela ibunya, bagaimana dengan istrinya. Jika dia membela istrinya, tentu akan membuat ibunya sakit hati. Yazid hanya bisa berdoa kepada Allah, semoga persoalan antara istri dan ibunya segera selesai dan mereka hidup damai bersama.

Hari pun terus berlalu, suasana panas di rumahnya tak berubah. Yazid sempat terpikir untuk membawa istrinya pindah dari rumah ibunya. Namun, dia belum memiliki tempat lain untuk ditinggali, apalagi ibunya yang beranjak tua tak tega dia tinggalkan.

Keadaan semakin memburuk, pertengkaran terus teijadi, dan tidak ada satu pun yang mau disalahkan atas setiap pertengkaran. Akhirnya, Urainab memutuskan untuk melakukan sesuatu demi mengakhiri pertengkaran dengan ibu mertuanya. Dia berencana akan meracuni mertuanya.

’’Kalau Ibu meninggal, tidak ada lagi yang akan mengganggu hidupku!" pikir Urainab.
Urainab lalu mengunjungi Sufyan bin Umar, seorang ahli obat di sebuah kota. Dia menceritakan masalahnya dan meminta Sufyan bin Umar untuk memberinya racun.

"Aku mengerti masalahmu dan betapa kamu menderita karenanya. Aku akan membuatkan racun yang paling ampuh untukmu, asal kamu mendengarkan semua saranku," kata Sufyan bin Umar.

Urainab mengangguk. Jauh di dalam hatinya, dia merasa berdosa karena memiliki niat yang buruk atas mertuanya. Bukankah dalam Islam telah diajarkan bahwa mertua adalah orangtua juga. Ibu mertua adalah ibunya juga. Namun, rasa sakit hati dan marah telah membakar dirinya.

’’Sebelum racun ini diberikan, selama satu bulan menurutlah pada apa yang diperintahkan dan diinginkan oleh ibu mertuamu," saran Sufyan bin Umar.

Urainab mengangguk setuju.

Urainab lalu pulang dengan lega. Racun yang diberikan Sufyan bin Umar disimpannya dalam dompet. Hari demi hari berlalu, Urainab menuruti apa yang diperintahkan ibu mertuanya. Dia membersihkan rumah, memasak, menyapu halaman, mendengarkan ibu mertua ketika sedang berbicara dan melakukan banyak perbuatan baik padanya. Dia tidak lagi berdebat dan melayani ibu mertua bagai ibu kandungnya sendiri.

Awalnya, hati Urainab berontak. Namun, dia teringat pesan Sufyan untuk menuruti semua keinginan dan perintah ibu mertua selama satu bulan. Sesudah itu, ibu mertuanya akan dia racun hingga mati. Hari demi hari berlalu, tidak ada lagi pertengkaran di rumah itu. Yazid sangat bahagia melihat perubahan sikap istri dan ibunya. Istrinya tidak lagi mendebat dan lambat laun ibunya tak bersikap keras lagi. Suasana rumah menjadi hangat dan nyaman. Urainab merasa senang dan nyaman. Ia dan ibu mertuanya menjadi sepasang sahabat baik.

Satu bulan tiba. Sudah waktunya Urainab meracuni ibu mertuanya. Urainab membuka dompetnya, tiba-tiba dia menangis hebat. Hatinya terasa sakit. Kali ini bukan karena perlakuan ibu mertuanya, melainkan karena niat buruknya. Kini, dia mengerti kalau ibu mertuanya melakukan semua itu karena ingin mengajarinya menjadi istri yang baik bagi suaminya. Satu bulan telah mengajarkan banyak hal pada Urainab. Sekarang Urainab bisa mengeijakan semua pekeijaan rumah, memasak, dan melayani suami dengan baik.

Sayup terdengar di ruang tengah, ibu mertuanya sedang berbincang dengan tamu.
"Aku sungguh beruntung memiliki menantu seperti Urainab. Dia adalah menantu terbaik yang kumiliki. Dia sangat patuh, rajin, dan salihah," ujar ibu mertuanya dengan bangga.

Dada Urainab semakin sesak, ’Ya Allah, maafkan semua salah dan niat burukku."
"Ibu mertua kedudukannya sebagai ibu. "-HR TIRMIDZI DAN AHMAD.





Hubungan kurang mesra antara menantu dan mertua seolah-olah menjadi rempah ratus yang menyedapkan adat berkeluarga. Selagimana tidak sampai memutuskan silaturahim, konflik-konflik kecil dianggap sebagai lumrah hidup yang mesti dilalui dengan tenang, banyak bersabar dan tak perlu merungut untuk hal-hal remeh-temeh yang tak penting.

Tetapi, wanita sekarang pantang dikongkong. Jangan sekali masuk campur hal rumahtangganya walau ibu bapa mertua sendiri. Apakah hal ini sesuai dengan ajaran agama?

Islam meletakkan ‘kuasa mengurus rumahtangga’ di tangan isteri, bukan ibu atau ibu mertua. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi, tidaklah dia boleh berbuat sesuka hati hingga memutuskan hubungan silaturahim. Ramai yang menyangka kewajipan terhadap mertua tidak sama dengan kewajipan terhadap ibu bapa sendiri. Pandangan sebegini nyata tidak tepat. Hakikatnya kedudukan ibu bapa kandung dengan ibu bapa mertua adalah sama di sisi Islam.

Hal ini ditegaskan dalam hadis Rasulullah SAW yang bermaksud: ”Antara dosa-dosa besar adalah seorang anak yang menghina kedua orang tuanya.” Para sahabat bertanya: Apakah ada orang yang mencela ibu bapanya sendiri? Baginda bersabda: Ya, apabila seseorang menghina ayah orang lain maka sama seperti dia menghina ayahnya sendiri. Dan seseorang yang menghina ibu orang lain sama seperti dia menghina ibunya sendiri.” (Hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim)

Islam meletakkan keadilan bagi semua, bukan untuk menantu saja tetapi juga kepada mertua dan ibu bapa kandung mereka. Masing-masing mempunyai tugas dan peranan, tidak boleh menceroboh wilayah yang bukan wilayahnya. Ibu bapa dan mertua hanya berperanan menjadi penasihat, jika memang tercetus konflik tanpa memihak dengan berat sebelah. Apa-apa keputusan berada di tangan suami dan isteri tanpa campur tangan pihak lain yang tidak sejalan dengan mereka.

Ibu bapa yang beriman, tidak akan membebankan anak-anaknya dengan kerenah yang menguji kesabaran mereka. Jika ada seorang ibu yang suka membakar api permusuhan, selalu bertegang leher dengan anak dan menantunya, maka seolah-olah dia telah membuka pintu neraka untuk mereka. Hal ini pernah terjadi kepada diri seorang sahabat Rasulullah SAW. Dia bertanya kepada NAbi SAW: “Wahai Rasulullah, saya memiliki hubungan kekerabatan, saya selalu berusaha menyambungkannya namun mereka selalu memutuskannya. Saya selalu berusaha berbuat baik kepada mereka, mereka pula membalas dengan berbuat jahat kepada saya. Saya sentiasa santun kepada mereka, tetapi mereka tidak mempedulikan saya. Nabi SAW bersabda: Seandainya benar apa yang kamu ucapkan itu, maka seolah-olah kamu menyuapkan abu panas kepada mereka (mereka berdosa). Allah SWT sentiasa berada di belakangmu, sepanjang mereka melakukan perbuatan itu kepadamu” (Hadis riwayat Muslim)

Boleh jadi yang mahu memutuskan silaturrahim itu ibu bapa atau mertua ataupun anak menantu sendiri, terpulanglah kepada niat mereka masing-masing. Yang penting ialah belajar bersabar dan reda menerima satu sama lain dengan harapan mendapat pertolongan Allah SWT. Kadang-kadang setelah bertahun-tahun pintu hati ibu bapa mertua tidak juga terbuka kepada menantu. Atau pun sebaliknya kedegilan menantu tidak juga berubah walaupun mertua berusaha meluruskan salah faham di antara mereka.

Mengapa hati mereka tidak boleh bersatu?
 Adakah resepi yang mujarab untuk memperbaiki hubungan ini?

1. Menziarahi kerana Allah SWT.
Rasululah SAW bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnya ada seorang lelaki yang mahu menziarahi saudaranya di desa lain. Maka Allah SWT mengutus malaikat untuk mengujinya.

Ketika malaikat berjumpa dengannya, malaikat itu bertanya: Hendak ke manakah kamu?

Dia menjawab: Aku akan menziarahi saudaraku.yang berada di desa itu.

Malaikat bertanya lagi: Apakah engkau menziarahinya kerana berasa berhutang budi kepadanya?

Dia menjawab: Sesungguhnya aku tidak menziarahinya kecuali kerana cinta kepadanya semata-mata kerana Allah SWT.

Malaikat berkata: Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu. Dan sesungguhnya Allah SWT telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu.” (Hadis riwayat Imam Muslim)

Walaupun ada unsur-unsur penolakan yang ketara ketika menjejakkan kaki di rumah mertua, sebaiknya menantu tetap mengikhlaskan niat kerana mahukan keredaan Allah SWT. Walaupun cinta dan kasih sayang tidak bersambut tetapi anda mesti yakin Allah SWT menyambut cinta orang yang ikhlas.


2. Selesaikan konflik dengan musyawarah
Suatu hari terjadi perselisihan di antara Nabi SAW dengan Aisyah RA sehingga Abu Bakar (bapa mertua NAbi SAW) turut campur tangan mahu memulihkannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah: Kamu yang bercakap atau aku dahulu? Kemudian Aisyah berkata: Kamu yang bercakap dan jangan kamu bercakap kecuali yang benar.! Mendengar jawapan itu, Abu Bakar lalu menampar muka Aisyah (sehingga mulutnya berdarah) kemudian berkata kepada Aisyah: Apakah Rasulullah SAW bercakap selain kebenaran, wahai musuh dirinya sendiri? Kemudian Aisyah berlindung di belakang Rasulullah. Kemudian Nabi SAW bersabda: Kami tidak memanggilmu untuk melakukan ini atau mengharapkanmu melakukan seperti ini.” (Hadis riwayat Imam Al-Bukhari)

Rasulullah SAW mempercayai mertuanya dan mahu berbincang untuk menyelesaikan masalah rumahtangganya, mertuanya pula tidak mengambil kesempatan unuk menyusahkan menantu semata-mata mahu membela anak sendiri. Teladan yang semakin susah untuk dipraktikkan. Tetapi inilah bentuk kasih sayang dan keindahan Islam.


sumber :
http://kolom.abatasa.co.id/kolom/detail/nasehat/1247/kisah-mertua-dan-menantu.html
http://drjuanda.com
http://www.aisya-avicenna.com/2011/05/mertua-dan-menantu-review-islam-itu.html 
http://ummumarwah.blogspot.com/2012/04/pandangan-islam-tentang-muslimah_09.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar