Gerakan emansipasi yang tengah digembar-gemborkan di negeri-negeri Muslim, yang katanya memperjuangkan kesetaraan jender, kalau boleh dibilang tidak lain adalah “kesetaraan semu” atau malahan suatu pelecehan terhadap kaum wanita. Mungkin ungkapan ini akan membuat para feminisme tersirat darahnya dan mengeriput bibirnya. Bagi mereka non Muslim tentu tidak ada salahnya berteriak-teriak menyuarakan kesetaraan ini, karena memang konsep hidup mereka akan tetap dan selalu penuh aib, cela dan kekurangan karena timbul dari memperturutkan nafsu; sementara jiwa (nafsu) senantiasa mengajak kepada keburukan dan ketidakpuasan. -tidak bisa dipungkiri bahwa seruan ini bersumber dari pemikir kafir, sebagaiamana pengakuan para feminisme bahwa kesetaraan jender berasal dari dua teori, teori Karl Marx (1818-1883) “analisa konflik” dan teori “struktur fungsional” Email Durheim (1858-1P17/1917)
Artinya, sebagai seorang Muslim, yang telah diberi Allah, -Sang pencipta jenis kelamin dengan segala sifat (baca: jender) yang melekat padanya- berbagai aturan hidup yang sempurna, yang jelas-jelas terbukti mengandung keadilan dan kesesuaian; akan amat lucu dan memalukan jika ikut-ikutan meneriakkan apa yang mereka teriakkan. Mungkin akan timbul pertanyaan,”Bukankah ketidakadilan itu juga terjadi di tengah kehidupan kaum muslimin? Bukankah penindasan perempuan juga dijumpai di negri yang dihuni kaum muslimin? Jawabnya, “Ya,” akan tetapi hal itu tidaklah harus menjadikan kita latah, membenarkan dan menelan mentah-mentah apa yang disuarakan orang-orang kuffar terhadap sesama komunitasnya.
Kita akui bahwa itu terjadi, akan tetapi semua terjadi karena kesalahan kita, umat Islam sendiri, yang sudah meninggalkan dan jauh dari ajaran agamanya.”Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,” (QS. Asy-Syuura:30) Jika kita mau kembali meniti agama kita ini, sungguh kaum muslimin tidak akan terjebak oleh seruan “emansipasi dengan kesetaraan semu” yang jelas-jelas merusak harga dan jati diri umat Islam; yang diserukan oleh mereka yang jelas-jelas buta dan bodoh tentang ajaran Islam ini. Berikut tulisan yang akan mengenalkan apa sesungguhnya hakikat seruan emansipasi dan bagaimana kedudukan perempuan dalam Islam.
Apa sebenarnya tujuan emansipasi wanita?
Seruan kepada emansipasi wanita yang sudah lama dikumandangkan, (kalau dilihat dan diteliti lebih jauh) sebenarnya tidak lain bertujuan menghancurkan Islam dan tabiat kaum muslimin. Orang-orang kufar benar-benar telah mengetahui bagaimana sempurnanya agama ini dan bagaimana kuatnya umat Islam berpegang teguh dengannya. Mereka amat tahu, ketika umat Islam berpegang teguh dengan agamanya dan konsisten dengan petunjuk Nabi-Nya -lebih-lebih para wanitanya-, pastilah kehidupan kaum muslimin itu jauh lebih baik dan memiliki kekuatan menghadapi musuh-musuhnya.
Semua musuh-musuh Islam, lebih-lebih Yahudi dan Nasrani, sangat iri dan benci (jika kaum muslimin kuat). Merekalah yang memunculkan malapetaka emansipasi wanita ini untuk memecah-belah persatuan kaum muslimin, serta menyebarkan berbagai macam kerusakan di tengah-tengah mereka. Di antara seruan mereka adalah agar para wanita Islam keluar dari pingitannya (rumahnya) hingga hilang rasa malunya.
Kalau sudah demikian, maka sangat mudah bagi mereka (Yahudi dan Nasrani) untuk menguasai, menjajah dunia Islam, serta menghinakan kaum muslimin. Semua ini bisa terjadi kalau kaum muslimin menyambut baik seruan-seruan itu, khususnya kaum wanitanya. Sebagai buktinya adalah (betapa memprihatinkannya) kondisi kita sekarang ini -kita mohon keselamatan kepada Allah dari tipu daya musuh -musuh agama ini-.
Untuk mewujudkan keinginan mereka itu, para dedengkot Zionis mencanangkan satu strategi untuk menghancurkan kekuatan umat Islam, yang berbunyi, “Wajib bagi kita untuk menghancurkan akhlak (umat Islam) di semua tempat. Baru setelah itu kita akan mudah menguasai mereka.”
Demikian juga ucapan Glaston (asal Inggris) yang ambisius, “Tidak akan tegak kondisi timur (Dunia Islam) selama mereka belum melepaskan hijab (cadar) dari wajah-wajah wanita, lalu menutup al-Qur’an dengan kain cadarnya, minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba, melacur, dan melakukan berbagai macam kemaksiatan. Jika sudah demikian, maka baru bisa hancur kekuatan umat Islam!!”
Demikian juga ucapan Glaston (asal Inggris) yang ambisius, “Tidak akan tegak kondisi timur (Dunia Islam) selama mereka belum melepaskan hijab (cadar) dari wajah-wajah wanita, lalu menutup al-Qur’an dengan kain cadarnya, minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba, melacur, dan melakukan berbagai macam kemaksiatan. Jika sudah demikian, maka baru bisa hancur kekuatan umat Islam!!”
Pembaca yang budiman, coba lihat dan renungkanlah bagaimana ucapan-ucapan mereka. Sesungguhnya dan sebenarnya mereka tidaklah menyeru kepada emansipasi atau kebebasan wanita, akan tetapi menyerukan penghancuran umat Islam.
Padahal Allah telah memuliakan kaum wanita, telah mengangkat kedudukannya, dan telah memberikan secara penuh hak-hak kebebasannya.
Padahal Allah telah memuliakan kaum wanita, telah mengangkat kedudukannya, dan telah memberikan secara penuh hak-hak kebebasannya.
Bagaimana Keadaan Wanita Pra-Islam?
Kalau kita mau melihat kebelakang, sebelum datangnya Islam, maka kita akan mengetahui bagaimana sesungguhnya sejarah wanita pada masa itu (jahiliah).
Sedikitnya ada empat hal yang perlu kita ingat.
Sedikitnya ada empat hal yang perlu kita ingat.
1. Kebencian sebagian bangsa Arab terhadap wanita. Allah berfirman,
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (Q.S.an-Nahl:58-59)
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (Q.S.an-Nahl:58-59)
2. Al-Wa’du: mengubur anak perempuan hidup-hidup.
Karena kebencian mereka terhadap anak perempuan, mereka tidak mungkin sabar melihat anak-anak perempuan mereka hidup. Alasan mereka antara lain karena takut miskin dan menanggung malu. Sebab kehidupan mereka selalu disibukkan oleh peperangan, maka wanita umumnya dijadikan tawanan perang, lalu diperjualbelikan. Sehingga jika ada seorang wanita tertangkap oleh musuh, maka berarti satu kehinaan bagi kabilahnya.
Karena kebencian mereka terhadap anak perempuan, mereka tidak mungkin sabar melihat anak-anak perempuan mereka hidup. Alasan mereka antara lain karena takut miskin dan menanggung malu. Sebab kehidupan mereka selalu disibukkan oleh peperangan, maka wanita umumnya dijadikan tawanan perang, lalu diperjualbelikan. Sehingga jika ada seorang wanita tertangkap oleh musuh, maka berarti satu kehinaan bagi kabilahnya.
3. Wanita tidak mendapat harta waris, sebagaimana yang dinyatakan oleh Umar bin Khaththab, “Demi Allah, kami pada masa jahiliyah tidak memasukkan wanita dalam urusan, hingga Allah mendudukan mereka dan membagi (harta warisan) untuk mereka sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah.”
4. Bermacam-macam bentuk pernikahan.
Termasuk bentuk penghinaan terhadap wanita adalah menjadikan mereka tempat pelampiasan syahwat sehingga kehidupan mereka seperti binatang, bahkan lebih hina. Contohnya adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Aisyah rodhiallahu’anha. Beliau berkata, Bentuk pernikahan pada masa jahiliyah itu ada empat :
Termasuk bentuk penghinaan terhadap wanita adalah menjadikan mereka tempat pelampiasan syahwat sehingga kehidupan mereka seperti binatang, bahkan lebih hina. Contohnya adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Aisyah rodhiallahu’anha. Beliau berkata, Bentuk pernikahan pada masa jahiliyah itu ada empat :
- Nikah sebagaimana yang telah ditetapkan Islam.
- Nikah dengan cara menyuruh istri ketika dalam kondisi tidak haidh untuk bersenggama dengan fulan; sementara suaminya sama sekali tidak menggaulinya hingga benar-benar telah hamil (dengan si fulan). Itu semua dilakukannya untuk mendapatkan keturunan yang baik.
- Nikah dengan berkumpul sejumlah orang (kurang dari sepuluh) lalu menggauli seorang wanita dengan cara bergantian. Setelah hamil dan melahirkan, si wanita mengundang semua laki-laki itu dan tidak ada alasan untuk bagi mereka untuk tidak datang. Setelah semua datang, maka si wanita memilih salah seorang dari mereka untuk mengambil anak tersebut, dan laki-laki yang dipilih tidak boleh menolaknya.
- Nikah dengan cara laki-laki berkumpul tanpa membatasi jumlahnya lalu menggauli seorang wanita. Wanita itu tidak boleh menolaknya. Si wanita adalah pelacur. Mereka menancapkan bendera di atas pintu-pintu para pelacur sebagai tanda bagi laki-laki yang ingin menggaulinya. Apabila hamil, lalu melahirkan, maka wanita itu memanggil semua laki-laki yang telah menggaulinya. Lalu dia memilih salah seorang di antaranya untuk mengambil anak tersebut. Laki-laki yang dipilih tidak bisa menolaknya.
- Nikah dengan cara apabila seorang bapak meninggal maka anak laki-laki tertua yang paling berhak untuk menikahi ibunya. Yaitu dengan cara melemparkan bajunya ke atas baju ibunya. Kalau hal itu dilakukan berarti dia telah menikahi ibunya. Anak laki-laki tersebut pada asalnya bebas memilih untuk menikahi atau melarang ibunya menikah lagi hingga mati; lalu mewarisi harta ibunya atau bisa juga ibunya itu menikah lagi dengan cara menebus (membayar) sejumlah harta sesuai dengan apa yang telah disepakati. Boleh
juga saudara kandungnya menikahi ibunya dengan cara membayar mahar lagi dan ini berlanjut hingga turun ayat:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh).” (Q.S. an-Nisa’:22).
Sekali lagi tujuan di balik seruan emansipasi wanita adalah ingin merusak agama yang agung ini dan ingin menghancurkan serta memporakporandakan barisan kaum muslimin. Ingin menjadikan kita sebagai budak dan pelayan mereka. Ini menurut kitab Taurat mereka yang sudah diubah. Maka waspadalah, wahai umat Islam, akan bahaya seruan-seruan ini dan yang semisalnya (kebebasan wanita, kesamaan gender, sampai-sampai ada sepak bola wanita, tinju wanita, dan lain-lain). Kita mohon perlindungan kepada Allah dari itu semua. Wahai saudara-saudara se-Islam, berpegangteguhlah kalian dengan tali Allah yang kokoh! Berjalanlah di atas jalan (sunnah)nya manusia pilihan, sebagai hamba serta rasul terbaik, yaitu nabi kita Shallollahu ‘alaihi wasalam.
Yahudi dan Nasrani benar-benar telah mengerahkan segala kemampuan untuk merealisasikan cita-cita mereka: menyebarkan seruan yang busuk ini di tengah-tengah umat Islam, khususnya di kalangan wanitanya. Mereka juga memiliki antek-antek baik dari kaum laki-laki ataupun wanita. Semua itu tergantung kepada umat Islam sendiri.
Bagaimana Ucapan/Pandangan Tokoh-Tokoh Emansipasi?
Telah berjalan konspirasi busuk ini yang terdiri dari laki-laki dan wanita dengan dipimpin oleh tokoh-tokohnya, seperti:
1. Marcos Fahmi (seorang Nasrani), yang menerbitkan sebuah buku karyanya pada tahun 1894 M dengan judul al Mar’ah fi asy Syarqi (Wanita di Timur -maksudnya dunia Islam-). Di antara isinya adalah seruan tentang wajibnya melepas cadar (hijab) bagi wanita, campur-baur antara laki-laki dan perempuan, mempersulit perceraian, dan melarang poligami.
2. Huda Sya’rawi, yaitu seorang wanita hasil didikan Eropa yang telah merealisasikan ajaran-ajaran majikannya dengan membentuk organisasi Persatuan Wanita Mesir, yang bertujuan menuntut emansipasi wanita, kebebasan wanita untuk buka cadar (hijab), dan kebebasan bergaul.
3. Penyair Jamil Ahidqi az-Zuhaimi. Di antara syairnya berbunyi:
Wahai wanita Irak robeklah cadarmu.
Dan keluarlah kamu, kehidupan yang ada butuh pada perubahan. Robek, lalu
bakarlah cadarmu tanpa ragu-ragu.
Benar-benar telah dusta slogan yang menyatakan cadar itu sebagai penjaga.
Wahai anak wanita yang lemah, keluarlah tanpa hijab (cadar) karena ia adalah
penyakit masyarakat yang membahayakan.
Demikianlah, mereka telah mensifati perintah Allah untuk menutup aurat, berhijab, menjaga kehormatan, menjaga kesucian, dengan sifat sebagai penyakit yang membahayakan. Mereka benar-benar telah melampaui batas terhadap kekuasaan penciptaan, perintah Allah, padahal Allah telah berfirman,
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah.”(Q.S. al-A’raf:54)
Ibnu Katsir berkata, “Milik Allah-lah kekuasaan serta pengaturan itu. Allah berfirman, “Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahalembut lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Mulk: 14)
Sampai hari ini, orang-orang yang seperti mereka jumlahnya banyak . Mereka menyeru dan menyebarkan kerusakan serta kehinaan. Memerangi semua keutamaan, bersikap sombong dan congkak atas perintah-perintah Allah.
Athiyah Khumais, dalam bukunya al-Harakah as-Siasiyyah wa Shilatuha bi al-Isti’mar (Hubungan Antara Pergerakan Politik dengan Penjajahan), menjelaskan dengan gamblang tentang tipu daya musuh-musuh kita, sementara kita lalai atau pura-pura lalai; berjalan dengan mengikuti syahwat dan
mengejar kelezatan. Maka waspadalah akan bahaya yang besar ini, bersatulah dan bangkitlah dari tidur nyenyak kalian. Sesungguhnya ini merupakan perkara yang sangat membahayakan.
mengejar kelezatan. Maka waspadalah akan bahaya yang besar ini, bersatulah dan bangkitlah dari tidur nyenyak kalian. Sesungguhnya ini merupakan perkara yang sangat membahayakan.
Bagaimana Kedudukan Wanita dalam Islam?
Islam menempatkan wanita pada kedudukan yang tepat, dalam tiga hal pokok sebagai berikut.
1. Kedudukannya sebagai manusia. Islam mengenal wanita sebagai manusia yang sempurna sebagaimana halnya laki-laki. Dalam hal ini tidak ada yang meragukan atau yang mengingkarinya dari mayoritas umat terdahulu yang sudah memiliki peradaban.
2. Kedudukannya dalam masyarakat. Islam telah membuka pintu lebar-lebar bagi wanita dalam hal pendidikan. Mendudukkan wanita pada tempat yang mulia dalam masyarakat di berbagai sisi kehidupan, mulai dari lahir hingga akhir kehidupan. Yaitu kemuliaan yang sesuai dengan perkembangan usia, dimulai
dari masa anak-anak, menikah, sebagai ibu rumah tangga, sehingga masa tuanya; dan perhatian tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan status sosial. Semakin tua semakin dicintai, disayangi, dan dihormati.
dari masa anak-anak, menikah, sebagai ibu rumah tangga, sehingga masa tuanya; dan perhatian tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan status sosial. Semakin tua semakin dicintai, disayangi, dan dihormati.
3. Hak-hak wanita. Islam telah memberikan hak pemilikan harta secara sempurna dalam semua penggunaannya, ketika wanita itu sudah balig. Tidak seorang pun dijadikan sebagai penentu atas harta itu kecuali dirinya, baik itu bapak kandungnya, suaminya, atau sanak saudaranya.
Apa Hasil Emansipasi?
(Dari penjelasan di atas timbul pertanyaan), “apakah hak-hak (posisi mulia yang telah ditempatkan oleh Islam) didapatkan dari mereka yang mengusung slogan-slogan kemajuan? Yang menyeru kepada kebebasan wanita, emansipasi, dan kesetaraan gender?
Mereka menyatakan/menuduh (Islam) tidak pernah memberikan hak-hak wanita; selalu memenjarakan wanita dalam rumah tanpa malu-malu; sekadar menjadikan wanita-wanita itu sebagai barang dagangan untuk bersenang-senang dan memuaskan syahwat yang sangat hina.
Mereka menyatakan/menuduh (Islam) tidak pernah memberikan hak-hak wanita; selalu memenjarakan wanita dalam rumah tanpa malu-malu; sekadar menjadikan wanita-wanita itu sebagai barang dagangan untuk bersenang-senang dan memuaskan syahwat yang sangat hina.
Mereka menginginkan anak-anak dan istri-istri kita (Muslim) keluar ke jalan-jalan dengan telanjang, bebas bergaul dengan laki-laki manapun. Inilah kebebasan yang mereka cita-citakan dan hak-hak yang mereka tuntut.
Kalau demikian, lalu di mana kita letakkan rasa cemburu atas harga diri dan kehormatan kita?
Sungguh benar dan sangat tepat apa yang telah disabdakan oleh nabi kita Shallollahu ‘alaihi wasalam terhadap mereka atau yang semisal mereka, sebagaimana Imam Ahmad dan Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya dari apa yang dijumpai manusia dari ungkapan kenabian adalah, ‘Jika hilang rasa malumu, maka perbuatlah apa saja.’”
Demi Allah, mereka benar-benar telah terjungkal dalam jurang kehinaan, dalam pelukan Salibiah yang sangat benci pada Islam dan Majusiah yang sangat buruk. Mereka itu tidak lain hanya trompet-trompet (pengeras suara) mengikuti perintah-perintah tuannya, baik dari Barat atau Timur untuk merusak kita dan agama kita.
Saudariku yang semoga dirahmati Allah, sudah tidak asing terdengar di telinga kita bahwa baiknya wanita akan menjadi kunci kebaikan umat. Peran dan partisipasi seorang wanita adalah suatu hal yang sangat penting. Wanita laksana pedang bermata dua, jika ia baik dan menunaikan tugas-tugas utamanya sesuai dengan yang Allah gariskan maka ia bagaikan batu-bata yang baik bagi bangunan masyarakat Islam. Namun jika ia telah menyimpang dari syari’at yang Allah tetapkan, maka ia ibarat pedang yang akan merusak dan menghancurkan umat.
Emansipasi Wanita
Musuh-musuh Islam sangat paham bahwa peran wanita muslimah sangat penting dalam membangun masyarakat Islam. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha menyerang Islam melalui kaum wanitanya. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menghancurkan wanita muslimah melalui “emansipasi”. Mereka menamakan emansipasi sebagai gerakan yang membebaskan wanita dari kezhaliman dan untuk memenuhi hak-hak mereka secara adil (menurut mereka) –dengan slogan toleransi, kebebasan wanita, persamaan gender, dan sebagainya.
Namun ketahuilah wahai Saudariku, emansipasi tumbuh dari sistem sekuler yang memisahkan antara kehidupan dan nilai agama. Mereka menginginkan wanita menjadi pesaing bagi laki-laki dan memperebutkan kedudukan dengan kaum laki-laki. Wanita dalam konsep mereka ibarat barang dagangan yang dipajang di etalase, yang siap dijadikan tontonan bagi para hamba syahwat dan menjadi budak nafsu mereka. Na`udzubillah, mereka juga berusaha menjauhkan wanita dari hijab dan rumah-rumah mereka, mengabaikan pengasuhan anak dengan mengatakan bahwa mengasuh anak tidak mendatangkan materi, membunuh kreatifitas dan menghambat potensi sumber daya manusia kaum wanita. Coba kita perhatikan, betapa menyedihkannya pemikiran mereka ini yang memandang baik buruknya kehidupan dari sudut pandang materi.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan syubhat-syubhat (kerancuan) yang mereka lontarkan. Mungkin secara sepintas, wacana emansipasi mampu menjawab problematika wanita dan mengangkat harkatnya tapi tidaklah mungkin itu diraih dengan mengorbankan kehormatan dan harga diri wanita. Sungguh, tak akan bisa disatukan antara yang haq dengan yang bathil. Mereka tidaklah ingin membebaskan wanita dari kezhaliman tetapi sesungguhnya merekalah yang ingin bebas menzhalimi wanita!!!
Wanita Dalam Islam
Islam benar-benar memperhatikan peran wanita muslimah, karena di balik peran mereka inilah lahir pahlawan dan pemimpin agung yang mengisi dunia dengan hikmah dan keadilan. Wanita begitu dijunjung dan dihargai perannya baik ketika menjadi seorang anak, ibu, istri, kerabat, atau bahkan orang lain.
Saat menjadi anak, kelahiran anak wanita merupakan sebuah kenikmatan agung, Islam memerintahkan untuk mendidiknya dan akan memberikan balasan yang besar sebagaimana dalam hadits riwayat `Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak wanita lalu bersabar menghadapi mereka dan memberi mereka pakaian dari hasil usahanya maka mereka akan menjadi penolong baginya dari neraka.” (HR. Ibnu Majah: 3669, Bukhori dalam “Adabul Mufrod”: 76, dan Ahmad: 4/154 dengan sanad shahih, lihat “Ash-Shahihah: 294).
Ketika menjadi seorang ibu, seorang anak diwajibkan untuk berbakti kepadanya, berbuat baik kepadanya, dan dilarang menyakitinya. Bahkan perintah berbuat baik kepada ibu disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak tiga kali baru kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan perintah untuk berbuat baik kepada ayah. Dari Abu Hurairah berkata,
“Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk menerima perbuatan baik dari saya?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu,’ dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah kembali menjawab, ‘Ibumu,’ lalu dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Bapakmu.’” (HR. Bukhori: 5971, Muslim: 2548)
Begitu pun ketika menjadi seorang istri, Islam begitu memperhatikan hak-hak wanita sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat-19 yang artinya:
“…Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik…”
Dan saat wanita menjadi kerabat atau orang lain pun Islam tetap memerintahkan untuk mengagungkan dan menghormatinya. Banyaknya pembahasan tentang wanita di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menunjukkan kemuliaan mereka. Karena sesuatu yang banyak dibahas dan mendapat banyak perhatian tentunya adalah sesuatu yang penting dan mulia. Lalu masih adakah yang berani mengatakan bahwa Islam menzhalimi wanita?!
Wahai saudariku, demikianlah syari’at Islam menempatkan wanita di singgasana kemuliaan. Adapun di zaman sekarang, kenyataan yang terjadi di masyarakat sungguh jauh dari itu semua. Penyebabnya tidak lain adalah karena jauhnya umat Islam dari pemahaman yang benar terhadap agama mereka. Seringkali ada orang yang menjadikan kesalahan orang lain sebagai hujjah (argumentasi) baginya untuk turut berbuat kesalahan yang sama. Terkadang pula orang-orang menilai syari’at Islam dari perilaku orang-orang yang menyatakan bahwa mereka beragama Islam, namun pada hakekatnya perilaku mereka belumlah menggambarkan yang demikian. Oleh karena itu wahai Saudariku, janganlah menjadikan perilaku manusia sebagai dalil. Jadikanlah Al-Qur`an dan Sunnah dengan pemahaman para shahabat sebagai petunjuk bagi kita. Sungguh kita berlindung kepada Allah dari butanya hati dan akal dari kebenaran.
Demi Allah, mereka tidaklah menyeru kepada kebebasan wanita atau menuntut hak-hak wanita, akan tetapi yang sebenarnya adalah kebebasan menikmati kemolekan tubuh wanita. Bebas meninggalkan akhlaq yang mulia lagi utama dan bebas dari adat istiadat yang baik. Mereka ingin menyebarkan kerusakan dan kehinaan di muka bumi ini. Itulah impian-impian mereka. Kita meminta kepada Allah keselamatan. Wallahu A’lam.
Sumber :
Diambil dari majalah Fatawa
1. Al Huquq az Zaujiyyah fii al Kitab wa as Sunnah, oleh Hasyim bin Hamid ar Rifa’i.
2. Al Mar’ah al Muslimah al Mu’ashiroh, oleh Dr. Ahmad bin bin Abdullah Aba Buthain.
1. Al Huquq az Zaujiyyah fii al Kitab wa as Sunnah, oleh Hasyim bin Hamid ar Rifa’i.
2. Al Mar’ah al Muslimah al Mu’ashiroh, oleh Dr. Ahmad bin bin Abdullah Aba Buthain.
Artikel “Keagungan Wanita Dalam Naungan Islam” (sumber: Majalah Al-FurqonTahun 6 Edisi 9 Rabi’uts Tsani 1428 H)
Buku “Emansipasi Wanita” karya Syaikh Shalih bin ‘Abdullah bin Humaid
Buku “Wanita-wanita Teladan Di Masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu An-Nashr Asy-Syalabi dengan perubahan seperlunya.
Buku “Emansipasi Wanita” karya Syaikh Shalih bin ‘Abdullah bin Humaid
Buku “Wanita-wanita Teladan Di Masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”karya Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu An-Nashr Asy-Syalabi dengan perubahan seperlunya.
Penyusun: Ummu Khadijah dan Ummul Hasan
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar