Hawa Nafsu adalah lawan terberat manusia,dia selalu mengajak manusia cenderung untuk berbuat yang tidak baik,menyimpang,melawan kebaikan,dan bentuk penolakan terhadap norma-norma keluhuran.
Sejarah telah mencatat,bagaimana seorang yang mampu menahan gejolak hawa nafsunya,mereka ternyata mampu menorehkan berjuta kebaikan yang akan ia petik.Dan bagiamana pula kita bisa menyaksikan apa yang terjadi bagi mereka yang tak mampu mengekang hawa nafsunya,mereka akan terlihat sangat hina,tamak,rakus,sombong,dan lupa diri.
Seringkali sebagian dari manusia,yang mengartikan hawa nafsu adalah ibarat dua sisi mata uang yang menyertai kebaikan,dimana kebaikan akan selalu berdampingan dengan kejahatan dan keburukan.
Pangkal dari kejahatan dan keburukan adalah adanya hawa nafsu buruk,gejolak,yang kemudian didukung dengan adanya kesempatan untuk bisa merealisasikannya.
Kita bisa berkaca dari gaya hidupnya mereka Anggota Dewan yang Terhormat,yang sering kali lebih membuat rakyat jatuh sedih,dan sakit hati ketimbang berupaya untuk menyejahterakan.
Hawa Nafsu yang selalu menagih janji untuk ditepati,menagih bukti untuk dituruti yang membuat manusia menjadi terkotakkan dalam dua golongan besar.
Golongan kanan,yang berhasil memetakkan hawa nafsu berada di bawah Hati yang berisi keimanan dan akal yang bercorakkan kesempurnaan.Ini golongan yang jumlahnya sangat sedikit,karena jumlahnya yang tidak banyak ini maka golongan ini berkiblat pada kebahagiaan yang bersifat non materi.Lebih pada kepuasaan religiutas.
Bagi kita manusia beragama,harusnya punya kepuasan yang sama ketika kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu pada tempatnya.
Sedangkan Golongan Kiri,merekalah golongan orang yang selalu mengedepankan hawa nafsu,mengejar kebahagiaan dengan jalan-jalan yang tercela,menganggap bahwa kesuksesan sejati selalu berorientasi pada pemenuhan hawa nafsu.Mereka menempatkan hawa nafsu di atas segala-galanya.
NAFSU
Nafsu diciptakan oleh tuhan sebagai perangkat (alat) uji untuk manusia, dia dibuat dari unsur yang sangat halus dan mempunyai jaringan yang sangat rumit, komponen di dalamnya demikian luar biasa banyaknya, hanya dengan menggunakan mata Ruhlah manusia dapat menyakasikan dimensi nafsu ini.Di dalam kehidupanya nafsu tak pernah berhenti dan terus bergerak, bahkan pada saat manusia tertidur pulas, ialah satu-satunya musuh besar bagi manusia.
Setiap manusia mempunyai kandungan nafsu yang berbeda, perbedaan itu dapat dilihat pada saat pembuahan benih laki-laki/mani didalam media / ovum wanita. Karakteristik mani tergantung kondisi nafsu laki-laki yang membuahkan, begitu pula sang wanita. Percampuran karakteristik kandungan nafsu keduanya akan menghasilkan karakteristik yang dimiliki sang anak.Itu Sebabnya orang tua mempunyai kewajiban mendidik anak-anaknya sampai batas dewasa (akil Balig), kewajiban paling utama adalah mengenalkan sang anak kepada TUHAN sedini mungkin dan membersihkan kadar-kadar yang diakibatkannya pada saat proses pembuahannya kala itu.
Beruntunglah sang anak pada saat pembuahan kondisi sang ayah dan ibu dalam keadaan bersih dalam arti sudah mencapai maqom Insan Kamil.
Pekerjaanya dinamakan nafsu dan pelakunya dinamakan syaitan, pekerjaan yang utama adalah ia berupaya keras dan tiada hentinya menutupi Sang Ruh dengan selimut nafsu (hijab).Sebab Ruh itu adalah suatu energi yang bercahaya atas badan manusia, Syaitan berusaha jangan sampai cahaya Ruh melimpah (menyinari) badan manusia yang lahir maupun yang batin.Apabila cahaya sampai menembus kedua badan tersebut akan mengakibatkan manusia terbangun dari tidr panjangnya, cahaya yang terpancar dari sang Ruh merupakan energi Illahiah (Ketuhanan).
Perbuatan dosa yang dilakukan manusia ditimbulkan oleh keinginan (syahwat) dan bisikan yang sangat halus dari sang nafsu dikarenakan kondisi manusia sangatlah lemah, dimana kelemahan itu ditimbulkan karena kecintaanya kepada badan lahir dan badan batin (rindu kepada dirinya sendiri ) saja. Untuk dapat menundukan hawa nafsu, manusia harus berjuang keras dengan seluruh kemampuannya.
Hanya ada satu jalan yaitu membulatkan tekad, berusaha dengan sungguh-sungguh (MUJAHADAH) mengalahkan sang nafsu musuh besarnya, hasil dari perjuangan tersebut akan dapat menyaksikan WUJUD TUHAN (Dzat Wajibul Wujud ).
Mematikan atau menundukkan hawa nafsu adalah kewajiban setiap manusia, “Matilah kamu sebelum kamu mati”/mati sakjeroning urip yaitu suatu proses perjuangan yang hakiki melawan dan menguasai semua alam (dimensi), manusia yang mendapatkan anugrah memperoleh taubat ini ialah yang Tuhan pilih menjadi Khalifah di muka bumi ini sebagai INSAN KAMIL.
Nafsu dibagi menjadi 8 tingkat yaitu:
1. Nafsu Amarah
2. Nafsu Lawamah
3. Nafsu Sufiyah/ Sawiyah
4. Nafsu Muthmainah
5. Nafsu Mulhalamah
6. Nafsu Rodhiyah
7. Nafsu Mardhiyah
8. Nafsu Kamilah
2. Nafsu Lawamah
3. Nafsu Sufiyah/ Sawiyah
4. Nafsu Muthmainah
5. Nafsu Mulhalamah
6. Nafsu Rodhiyah
7. Nafsu Mardhiyah
8. Nafsu Kamilah
1. Nafsu Amarah
Kuat/besarnya keinginan kepada badan lahir dan badan batin serta kebutuhannya. Jiwa yang terpengaruh tunduk kepada kelezatan syahwat akan menarik hati ke dalam lembah kebodohan dan kehinaan, ini merupakan dimensi kelicikan, sumber perilaku moral yang tercela, otak selalu berfikir jahat, buahnya adalah sifat-sifat yang buruk diantaranya keras kepala, suka mencela, pendendam, mudah tersinggung dan mudah marah. Suka sekali dihormati, benci, cemburu, ujub, ria takabur dll.
Kuat/besarnya keinginan kepada badan lahir dan badan batin serta kebutuhannya. Jiwa yang terpengaruh tunduk kepada kelezatan syahwat akan menarik hati ke dalam lembah kebodohan dan kehinaan, ini merupakan dimensi kelicikan, sumber perilaku moral yang tercela, otak selalu berfikir jahat, buahnya adalah sifat-sifat yang buruk diantaranya keras kepala, suka mencela, pendendam, mudah tersinggung dan mudah marah. Suka sekali dihormati, benci, cemburu, ujub, ria takabur dll.
2. Nafsu Lawamah
Cahaya yang terkadang hidup dan terkadang mati di dalam lubuk hati manusia, suatu saat berbuat kejelekan (maksiat) di saat lain ia menyadari perbuatannya dan menyesal, dan saat lain ia mengulanginya lagi.Kondisi ini merupakan sumber penyesalan, ia sebagai penggerak hawa nafsu. Di antara sifat-sifatnya adalah suka makan enak dan banyak, rakus, serakah, korup,pelit,mempunyai ambisi kekuasaan yang sangat besar dan suka memperkaya diri.
Cahaya yang terkadang hidup dan terkadang mati di dalam lubuk hati manusia, suatu saat berbuat kejelekan (maksiat) di saat lain ia menyadari perbuatannya dan menyesal, dan saat lain ia mengulanginya lagi.Kondisi ini merupakan sumber penyesalan, ia sebagai penggerak hawa nafsu. Di antara sifat-sifatnya adalah suka makan enak dan banyak, rakus, serakah, korup,pelit,mempunyai ambisi kekuasaan yang sangat besar dan suka memperkaya diri.
3. Nafsu Sufiyah/ Sawiyah
Cahaya yang sangat lemah/kondisi hati yang remang-remang, sudah dapat dipastikan bahwa ia tidak dapat lagi membedakan mana yang baik dan jelek, benar atau salah, seluruh kehidupannya hanya ditujukan kepada dunia saja, ia lupa bahwa ada kehidupan lain yaitu kehidupan yang kekal (akhirat), Cita-citanya hanya pada kenikmatan yang bersifat semu dan sementara.Ciri-cirinya adalah suka memuji diri sendiri, memperindah diri, suka mencampuri urusan orang lain, senang bila orang lain celaka, perayu, selalu merintangi jalan menuju kebaikan, dan senang mendukung pada perbuatan yang buruk (maksiat).
Cahaya yang sangat lemah/kondisi hati yang remang-remang, sudah dapat dipastikan bahwa ia tidak dapat lagi membedakan mana yang baik dan jelek, benar atau salah, seluruh kehidupannya hanya ditujukan kepada dunia saja, ia lupa bahwa ada kehidupan lain yaitu kehidupan yang kekal (akhirat), Cita-citanya hanya pada kenikmatan yang bersifat semu dan sementara.Ciri-cirinya adalah suka memuji diri sendiri, memperindah diri, suka mencampuri urusan orang lain, senang bila orang lain celaka, perayu, selalu merintangi jalan menuju kebaikan, dan senang mendukung pada perbuatan yang buruk (maksiat).
4. Nafsu Muthmainah
Jiwa yang menerangi hati dengan cahaya Nya yang murni dan terang benderang, sehingga hati terlepas dari sifat-sifat yang tercela dan dapat bertahan pada tingkat kesempurnaanya dan apabila keadaan ini mengekal dimana badan lahir dan badan batin terisi energi yang dipancarkan oleh Sang Ruh, maka seluruh badannya akan terbawa kepada kebenaran. Dalam kondisi ini orang jawa menyebutnya kondisi SUWUNG.
5. Nafsu Mulhalamah
Pada tingkat ini setelah hati bersih dari pengaruh nafsu dan pengetahuan yang sudah diprogram (Ilmu Laduni) oleh TUHAN kedalam Ruh sudah aktif, dimana sifat-sifat Ketuhanan yang disandangnya merupakan kebalikan dari pada sifat-sifat nafsu. Ruh merupakan sumber dari segala sumber kebaikan sebagai pakaian yang disandang oleh manusia seperti sifat sabar, tawakal, tawadhu, syukur dll.
6. Nafsu Rodhiyah
Jiwa yang selalu rela terhadap Tuhannya, ia terkondisi di dalam kelembutan, ketenangan, kesejahteraan dalam berbagai keadaan dan merasa puas atas nikmat dengan keadaan apa adanya.
7. Nafsu Mardhiyah
Jiwa yang diridhoi oleh Tuhannya, tetapi dilahirkan (dibuktikan)keridhoan Tuhan itu sebagai bukti kepadanya berupa kemuliaan, ia dalam kondisi selalu ingat kepada Tuhannya. Dalam tingkat ini manusia meletakkan fikirnya di atas jalan mendekati Makrifat kepada Tuhannya, ia mengenal Tuhannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.Lahirlah sifat Tuhannya kepadanya dalam sikap dan perbuatannya.
8.Nafsu Kamilah
Jiwa yang sudah sampai pada kesempurnaanya dalam bentuk dan karakteristiknya, ia meningkat dalam kesempurnaanya.Jiwa yang sudah dianggap cakap untuk kembali kepada Tuhannya, pekerjaannya memberi mamfaat kepada orang lain dan menyempurnakan amal shalihnya. Maka manusia yang berjiwa inilah yang berhak memakai gelarMursyid dan Mukamil. Kedudukanya adalah pada tingkat Tajali Asma serta sifat dan kondisinya Baqabillah, pergi kepada Tuhan, kembali dari pada Tuhan kepada Tuhan, tidak ada tempat/media lain selain Tuhan, Tiada memiliki ilmu melainkan Tuhan langsung pengendalinya, ia fana pada Tuhan.(Manunggaling Kawulo Kelawan Gusti).
Bagaimana menyingkap Rahasia Hawa Nafsu
Perasaan itu begitu kuat, membuat jiwa kita bergelora untuk melampiaskan, seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf alahis salam, Beliau menyadari bahwa di dalam potensi jiwa, ada yang mendorong kepada hal yang tidak baik. Tidaklah mungkin kita bisa mencegah potensi tidak baik di dalam diri manusia, karena begitu kuatnya , ia muncul begitu saja sewaktu-waktu tanpa melalui proses berfikir. Hampir setiap orang gagal menghalaunya, ia begitu saja masuk dikala kita shalat, sedekah maupun ibadah lainnya, akibatnya ibadah kita menjadi rusak karena ketidak tulusan dan kekhusyuan kepada Allah.
Al-qur'an mempertegas gambaran di atas dengan kisah Nabi Yusuf alaihissalam, tatkala beliau mengalami konflik kejiwaan yang tiada henti-hentinya dari Zulaikha menggoda dan merayunya. Yusuf tetap bertahan mengendalikan hawa nafsunya walaupun sesekali agak goyah di terpa hempasan wanita cantik, bangsawan dan sangat menginginkannya. Yusuf tetap pada pendirian ' 'tak mungkin perbuatan ini aku lakukan, karena hal ini perbuatan yang dilarang oleh Tuhanku'.
Akan tetapi entah datang darimana ada daya yang menelusup ke dalam jiwanya yang mendorong kuat untuk berbuat jahat (fujur). Hampir saja Yusuf tidak kuasa menahannya. Sehingga ia datang bersimpuh dan memohon perlindungan kepada Tuhannya yang selalu mengawasi batinnya. "Ya Allah tidak akan kubiarkan nafsuku ini berbuat curang. Aku tidak kuasa dengan dorongan syahwat yang begitu dashyat, kecuali Engkau merahmati nafsuku"
"Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " (Q.S. Yusuf, 12:53)
Entah dengan cara bagaimana datangnya, tiba-tiba hatinya menjadi tenang, damai dan tercerahkan. Tidak ada lagi gejolak jiwa yang meronta-ronta ingin berbuat jahat. Kali ini kejahatan itu lenyap sama sekali, sehingga Yusufpun tidak lagi bersusah payah menahan diri. Jiwanya telah mendapat pencerahan dari Tuhannya (Burhan), sehingga muncul jiwa yang dirahmati, yaitu jiwa yang selalu mendapatkan rasa ketaqwaan yang berasal dari Tuhannya. Kebaikan itu mengalir begitu saja, seperti mengalirnya rasa jahat tanpa bisa dibendung dan tidak direkayasa oleh pikiran. Karena keduanya berasal dari ilham yang disusupkan ke dalam jiwa itu. Mengapa Yusuf mendapatkan pencerahan dari Tuhannya ? Sebab beliau telah datang dan menyerahkan dirinya kepada Allah dari perbuatan aniaya.
Yusuf tidak mempercayai kekuatan dirinya, apalagi melawan dorongan yang sangat kuat dari dari dalam jiwanya yang fujur. Hanya Allahlah yang mampu memberikan pencerahan dan bimbingan sehingga menemukan kesejatian fitrahnya sendiri. Yaitu jiwa yang telah dirahmati Allah, yang selalu mengikuti kehendak aturan ilahiyah secara alamiah dan universal yang sudah ada secara fitrah, yaitu pusat kesucian dalam dirinya dan universal yang sudah ada ada secara fitrah, yaitu pusat kesucian dalam dirinya. Begitulah cara Allah memalingkan dan mengambil kekejian dan kemungkaran (fujur) yang ada dalam jiwa Yusuf dengan memberikan Burhan (ilham taqwa yang disusupkan ke dalam jiwanya), karena dia termasuk orang yang berserah diri.
".......Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih" (Q.S. Yusuf, 12: 23-24)
Al-qur'an mempertegas gambaran di atas dengan kisah Nabi Yusuf alaihissalam, tatkala beliau mengalami konflik kejiwaan yang tiada henti-hentinya dari Zulaikha menggoda dan merayunya. Yusuf tetap bertahan mengendalikan hawa nafsunya walaupun sesekali agak goyah di terpa hempasan wanita cantik, bangsawan dan sangat menginginkannya. Yusuf tetap pada pendirian ' 'tak mungkin perbuatan ini aku lakukan, karena hal ini perbuatan yang dilarang oleh Tuhanku'.
Akan tetapi entah datang darimana ada daya yang menelusup ke dalam jiwanya yang mendorong kuat untuk berbuat jahat (fujur). Hampir saja Yusuf tidak kuasa menahannya. Sehingga ia datang bersimpuh dan memohon perlindungan kepada Tuhannya yang selalu mengawasi batinnya. "Ya Allah tidak akan kubiarkan nafsuku ini berbuat curang. Aku tidak kuasa dengan dorongan syahwat yang begitu dashyat, kecuali Engkau merahmati nafsuku"
"Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " (Q.S. Yusuf, 12:53)
Entah dengan cara bagaimana datangnya, tiba-tiba hatinya menjadi tenang, damai dan tercerahkan. Tidak ada lagi gejolak jiwa yang meronta-ronta ingin berbuat jahat. Kali ini kejahatan itu lenyap sama sekali, sehingga Yusufpun tidak lagi bersusah payah menahan diri. Jiwanya telah mendapat pencerahan dari Tuhannya (Burhan), sehingga muncul jiwa yang dirahmati, yaitu jiwa yang selalu mendapatkan rasa ketaqwaan yang berasal dari Tuhannya. Kebaikan itu mengalir begitu saja, seperti mengalirnya rasa jahat tanpa bisa dibendung dan tidak direkayasa oleh pikiran. Karena keduanya berasal dari ilham yang disusupkan ke dalam jiwa itu. Mengapa Yusuf mendapatkan pencerahan dari Tuhannya ? Sebab beliau telah datang dan menyerahkan dirinya kepada Allah dari perbuatan aniaya.
Yusuf tidak mempercayai kekuatan dirinya, apalagi melawan dorongan yang sangat kuat dari dari dalam jiwanya yang fujur. Hanya Allahlah yang mampu memberikan pencerahan dan bimbingan sehingga menemukan kesejatian fitrahnya sendiri. Yaitu jiwa yang telah dirahmati Allah, yang selalu mengikuti kehendak aturan ilahiyah secara alamiah dan universal yang sudah ada secara fitrah, yaitu pusat kesucian dalam dirinya dan universal yang sudah ada ada secara fitrah, yaitu pusat kesucian dalam dirinya. Begitulah cara Allah memalingkan dan mengambil kekejian dan kemungkaran (fujur) yang ada dalam jiwa Yusuf dengan memberikan Burhan (ilham taqwa yang disusupkan ke dalam jiwanya), karena dia termasuk orang yang berserah diri.
".......Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih" (Q.S. Yusuf, 12: 23-24)
Beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla membutuhkan kesabaran dari kita semua, di samping membutuhkan kesungguhan. Kita berperang menghadapi hawa nafsu kita yang ada pada diri kita masing-masing yang selalu mengajak kita kepada yang jelek, selalu mengajak kepada kita untuk berbuat pelanggaran-pelanggaran kepada Allah dan berbuat maksiat. Oleh karena itu Allah menyatakan tentang hawa nafsu ini :
إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Sesungguhnya hawa hafsu selalu mengajak kepada kejelekan, kecuali yang dirahmati oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yusuf: 53)
Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu mengajak kepada yang jelek, munkar, dan maksiat. Ini adalah sifat daripada hawa nafsu.
Oleh karena itu Allah Azza wajalla melarang kita untuk mengikuti dan mentaati hawa nafsu. Karena mengikuti dan mentaati hawa nafsu merupakan sebab terbesar dari jatuhnya anak Adam ini kepada kehancuran dan kebinasaan.
Allah Azza wajalla melarang kita di banyak ayat-Nya di dalam Al Qur’an untuk kita menjadikan hawa nafsu sebagai panutan. Allah Azza wajalla melarang Nabi-Nya, Nabiyyallah Dawud Alaihis sholatu wassalam:
يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan." (QS. Shaad: 26)
Di ayat ini Allah Subhanahu wata’ala menyebutkan bahwa hawa nafsu merupakan penyebab terbesar tergelincirnya dari hidayah, agama Allah!
Kemudian di dalam ayat yang lainnya Allah Subhanahu wata’ala menyatakan kepada Nabi-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Rabbnya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al Jatsiyah: 23)
Wahai Muhammad –Shallallahu ‘alaihi wa Sallam– coba engkau kabarkan kepada–Ku tentang kondisi orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai panutan yang ditaati, didengar dan diikuti. Yang mana Allah telah menyesatkan dia dalam kondisi dia berilmu (mengerti mana yang halal dan mana yang haram, tahu mana yang haq dan mana yang bathil). Hal itu semua karena dia menjadikan hawa nafsunya sebagai panutan.
Akhirnya Allah Azza wajalla kunci pendengarannya dan mata hatinya. Dia mendengar ayat Al Qur’an, mendengar bahwa Allah Subhanahu wata’ala melarang suatu perbuatan tetapi hawa nafsunya lebih dia panuti. Seolah-olah dia tidak mendengar. Allah Subhanahu wata’ala segel pendengaran dia.
Demikian juga hatinya, juga mendengar ayat-ayat, hadits, nasehat, tapi –subhanallah- hatinya tidak bisa menerima. Hatinya tidak bisa cair dengan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Apa sebab? Kenapa dia demikian kondisinya, (yakni) tersesat dalam kondisi mengerti? Sebabnya dia menjadikan hawa nafsunya sebagai panutan.
Dan Allah Subhanahu wata’ala jadikan di depan matanya itu penghalang. Subhanallah, di sebelahnya saudaranya bisa melihat bahwa ini bathil, tapi dia -yang mungkin merasa memiliki ilmu yang lebih tinggi- seolah-olah dia tidak melihat itu. Benar-benar Allah Subhanahu wata’ala sudah butakan, Allah Ta’ala jadikan penghalang antara mata dia dengan Al Haq, sehingga tidak menganggapnya sebagai Al Haq. Allah Subhanahu wata’ala halangi antara penglihatan dia dengan yang bathil sehingga dia tidak melihat bahwa itu adalah bathil. Apa sebabnya? Karena mengikuti hawa nafsu.
Di ayat yang lain -hampir sama maknanya dengan ayat di atas- Allah Ta’ala mengajak bicara Nabi-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا
"Apakah kamu melihat terhadap orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Rabbnya. Apakah engkau menjadi penjamin atasnya." (Al Furqan: 43)
Wahai Muhammad, coba itu lihat, beritakan kepada-Ku tentang kondisi orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Rabbnya (sebagai yang ditaati dan dipanuti oleh dia serta diikuti kemauannya). Apakah engkau, Wahai Muhammad, mau menjamin (atas) hidayah orang tersebut?!!
Subhanallah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ditantang oleh Allah. Rasulullah yang seperti itu, yang diberi wahyu oleh Allah Subhanahu wata’ala, yang selalu rajin berdakwah, manusia terbaik akhlaqnya, ketika berbicara tentang orang yang mengikuti hawa nafsunya Allah katakan, "Apakah kau menjadi penjaminnya? Menjamin dia untuk dapat hidayah?" Niscaya tidak bisa!! Ini bahayanya mengikuti hawa nafsu.
Banyak sekali ayat-ayat di Al Qur’an yang mencela tentang hawa nafsu ini. Oleh karena itu kita juga dilarang oleh Allah Subhnahu wata’ala untuk mengikuti orang-orang yang mengikuti hawa nafsu. Kita dilarang oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk mengikuti jejaknya orang-orang yang mengikuti hawa nafsu. Kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk bersabar bersama orang-orang ang bersabar di dalam berdakwah kepada Allah Subhnahu wata’ala, bersabar di dalam beribadah kepada Allah Subhnahu wata’ala, dan bersabar dalam berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan kepada kita, bahkan ayat ini sebenarnya yang diajak berbicara pada awalnya adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan Nabi-Nya. Kalau Rasulullah diingatkan dengan ini tentunya kita lebih-lebih terkena dengan ayat ini:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
"Maka sabarkanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang senantiasa menyeru Rabbnya pagi dan petang mengharapkan wajah-Nya. Dan janganlah kau palingkan pandanganmu dari mereka karena kau menginginkan perhiasan dunia. Dan jangan pula kau ikuti orang-orang yang Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, mengikuti hawa nafsunya dan urusannya selalu melampaui batas. (Al Kahfi : 28)
Sabarkan dirimu, wahai Muhammad, sabarkan! Bersama dengan orang-orang yang selalu berdo’a kepada Allah Ta’ala, berdzikir, beribadah kepada Allah Ta’ala pagi dan petang, siang dan malam. Itu orang-orang yang terus beribadah kepada Allah Ta’ala, meluangkan waktunya, pikiran, dan tenaganya untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala, untuk mengerti tentang hukum-hukum syari’at Allah Ta’ala, berusaha untuk mengenal dienullah, berusaha untuk berdakwah kepada jalan Allah Ta’ala. Sabarkan dirimu bersama mereka itu.
Jangan sekali-kali engkau memalingkan pandanganmu dari mereka untuk kemudian menoleh kepada orang-orang yang Allah jadikan mereka lupa dari dzikrullah dan beribadah kepada-Nya. Sabar! Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk bersabar dengan mereka.
Dan juga jangan sekali-kali engkau mengikuti kemauan orang-orang yang Allah Ta’ala lupakan hati mereka, lupa dari dzikrullah dan ibadah kepada Allah Ta’ala, lupa dari menjalankan perintah-perintah Allah Ta’ala dan cenderung mengikuti hawa nafsunya. Dan jangan pula engkau mengikuti mereka-mereka yang perkaranya selalu melampaui batas.
Ini Rasulullah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Dan tentunya kitapun lebih-lebih diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk bersabar. Rasulullah itu imamnya orang-orang yang sabar. Tetapi oleh Allah masih diingatkan.
Dan kita pun di masa-masa seperti ini, di mana Islam sudah banyak dijauhi oleh umat Islam sendiri. Di masa-masa di mana umat Islam merasa minder ketika ingin menampilkan tentang dienul Islam. Di masa di mana umat Islam merasa kecil hati ketika menampilkan syi’ar-syi’ar Islam. Di mana sunnah-sunnah Rasul dan petunjuk-petunjuk beliau cenderung untuk ditinggalkan. Di mana apa-apa yang Allah larang cenderung umat Islam ini beramai-ramai melakukannya. Di saat-saat seperti ini benar-benar dituntut kepada kita untuk bersabar. Sabar menahan hawa nafsu kita. Sabar untuk memerangi hawa nafsu kita.
Kesuksesan sejati adalah bagaimana kita bisa menundukkan hawa nafsu untuk ditempatkan pada porsinya.
sumber :
http://filsafat.kompasiana.com/2011/11/22/kesuksesan-sejati-adalah-ketika-kita-mampu-menundukkan-hawa-nafsu-415135.html
http://temanmengaji.blogspot.com/
http://ngajitauhid.wordpress.com/2007/09/28/menundukkan-hawa-nafsu/
http://sunniy.wordpress.com/2009/02/10/memerangi-dan-menundukkan-hawa-nafsu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar