Halaman

Selasa, 23 Juli 2013

Memelihara anjing bagi muslim

Seringkali kita dengar suatu wacana jika pemeluk agama Islam tidak diperbolehkan memelihara anjing. Bahkan tak sedikit pemuka agama Islam yang menyebutkan jika hukum memelihara anjing adalah haram. Akibatnya, jangankan memelihara anjing, keberadaan anjing itu sendiri sudah dianggap haram. Seolah anjing adalah hewan yang memiliki kedudukan paling nista dari sekian banyak hewan ciptaan Allah SWT. 
 
Tentu saja, hal itu membuat keinginan sejumlah orang beragama Islam untuk memelihara anjing berada di ambang keraguan. Sama halnya dengan permasalahan lain, jika kita mau mendalami suatu ajaran agama dengan benar, tentu akan diperoleh kejelasan tentang jawaban suatu persoalan. Begitupun dengan persoalan mengenai memelihara anjing.

Patut diketahui bahwa umat Nabi Muhammad tidak hanya terbatas pada manusia, namun seluruh semesta alam. Dengan demikian, semua binatang, tumbuhan dan benda-benda tak hidup juga termasuk dalam kapasitas umat Nabi Muhammad.


Firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 38 menyebutkan : “Tidak ada satupun binatang di bumi dan burung yang terbang dengan dua sayapnya, melainkan suatu umat seperti kamu juga.” Dalam suatu hadis, Nabi Muhammad pun pernah bersabda : “Andaikata anjing- anjing itu bukan umat seperti umat-umat yang lain, niscaya saya perintahkan untuk dibunuh.” (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi) Dari firman Allah dan hadis rasul di atas, jelas terlihat adanya suatu pengakuan jika anjing pun merupakan umat Nabi Muhammad. Dalam berbagai riwayat, tersiratlah suatu maksud akan adanya pelarangan memelihara anjing. Nabi Muhammad melarang umatnya memelihara anjing di dalam rumah tanpa ada suatu keperluan.

Berikut relevansinya dengan kebiasaan memelihara anjing :

1. MEMELIHARA ANJING DI DALAM RUMAH
Pelarangan ini sebenarnya lebih bertujuan untuk menghindari najis dari bejana yang terkena jilatan anjing. “Apabila anjing menjilat dalam bejana kamu, maka cucilah dia tujuh kali, salah satu di antaranya dengan tanah. ” (Riwayat Bukhari) Sementara itu, sebagian pemuka agama Islam menafsirkan jika anjing yang menyalak seringkali menakutkan orang. Oleh karena itu, kurang baik jika dipelihara di dalam rumah karena akan mengganggu tamu yang datang.

2. MEMELIHARA ANJING TANPA ADA
SUATU KEPERLUAN
“Barangsiapa memelihara anjing, selain anjing pemburu atau penjaga tanaman dan binatang,maka pahalanya akan berkurang setiap hari satu qirat.” (Riwayat Jamaah) Berdasar hadis tersebut, jelas tersirat maksud bahwa umat Islam diperbolehkan memelihara anjing jika memang ada suatu kepentingan tertentu. Ini berarti, tindakan memelihara anjing tidak bisa dikatakan haram karena jika sesuatu disebut haram maka artinya samasekali tidak boleh diambil/ dikerjakan baik pahalanya itu berkurang atau tidak.
Dari 2 poin di atas, jelas bahwa persoalan halal haram dalam memelihara anjing bersifat kondisional. Oleh karena itu, sejumlah ahli fiqh lebih merujuk hukum makruh pada tindakan memelihara anjing.
Dengan demikian, sebenarnya umat Islam dilarang bersikap keras
terhadap keberadaan anjing.

Rasulullah juga pernah mengkisahkan kepada para sahabat tentang seorang lelaki yang menjumpai anjing di padang pasir yang terus menggonggong sambil makan debu karena kehausan. Lantas laki-laki itu menuju ke sebuah sumur dan melepas sepatunya untuk diisi dengan air sumur tersebut. Kemudian, dengan penuh kasih sayang, ia memberikan air itu kepada anjing yang kehausan tersebut. Hingga akhirnya, minumlah anjing tersebut dengan puas. Dengan adanya tindakan yang dilakukan laki-laki itu, Nabi bersabda: “Karena itu (tindakan menolong anjing yang kepayahan), Allah berterimakasih kepada orang yang memberi pertolongan itu serta mengampuni dosanya.” (Riwayat Bukhari).

 

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, "Adapun tentang anjing, para ulama berselisih dalam tiga pendapat;

Pertama, bahwa anjing adalah suci, termasuk liurnya. Ini adalah mazhab Malik.

Kedua, bahwa anjing adalah najis termasuk bulunya. Ini adalah mazhab Syafi'I, dan salah satu dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad.

Ketiga, bulu anjing suci, sedangkan liurnya najis. Ini adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan salah satu pendapat dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad.

Pendapat ketiga adalah pendapat yang paling benar. Maka jika bulu anjing yang lembab menempel pada baju atau tubuh seseorang, hal itu tidak membuatnya najis."

Majmu Fatawa, 21/530.

Beliau berkata di tempat lain;

"Hal demikian, karena asal pada setiap benda adalah suci, maka tidak boleh menyatakan sesuatu najis atau haram kecuali berdasarkan dalil. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,

( وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُّرِرْتُم إِلَيْهِ ) الأنعام/119 ،

Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al-An'am: 11)

Allah juga berfirman,

"Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi." (QS. At-Taubah: 115)

Jika demikian halnya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu." (HR. Muslim, no. 279)

Dan dalam hadits lain (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda), "Jika anjing menjilati wadah." (HR. Muslim, no. 280)

Hadits-hadits tentang masalah ini seluruhnya hanya menyebutkan jilatan anjing, dan tidak menyebutkan bagian tubuh lainnya. Maka dengan demikian, penetapan (bagian lain dari tubuhnya) sebagai najis dilakukan berdasarkan qiyas (perbandingan).

Begitu juga, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi keringanan (membolehkan) memelihara anjing buruan, penjaga hewan ternak dan pertanian. Maka tentu saja siapa yang memeliharanya akan tersentuh bulunya yang lembab sebagaimana dia akan tersentuh bulu lembab keledai dan semacamnya. Maka pendapat bahwa bulu anjing termasuk najis dalam keadaan demikian, termasuk perkara memberatkan, diangkat dari umat ini."

Majmu Fatawa, 21/617, 619

Namun yang lebih hati-hati adalah apabila seseorang menyentuh anjing dengan tangannya yang basah, atau anjingnya basah, hendaknya dia mencucinya sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Demikian dikatakan oleh Syekh Ibnu Utsaimin.

'Adapun menyentuh anjing, jika tidak dalam kondisi basah, maka hal itu tidak membuat tangan menjadi najis. Adapun menyentuhnya dalam keadaan basah, hal tersebut dalam membuat tangan menjadi najis berdasarkan pendapat sebagian besar ulama. Wajib mencuci tangannya sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah."

Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 11/246.

Ketiga. Cara mensucikan najis anjing adalah sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya dalam jawaban soal, no. 41090, 46314.

Yang wajib adalah mencuci najis anjing sebanyak tujuh basuhan, salah satunya dengan tanah. Jika tanah mudah didapatkan, maka wajib menggunakannya dan tidak dapat diganti dengan yang lainnya. Adapun jika tidak mendapatkan tanah, tidak mengapa menggunakan alat pembersih lainnya seperti sabun.

Keempat. Penanya menyatakan bahwa mencium anjing menyebabkan berbagai macam penyakit. Banyak penyakit yang menimpa seseorang akibat tindakannya yang bertentangan dengan syariat dengan mencium anjing dan minum di wadahnya sebelum disucikan.

Di antaranya, penyakit Pastrela, yaitu penyakit yang disebabkan bakteri

Daintaranya juga penyakit ‘Kantong air’ yaitu termasuk penyakit benalu yang menyerang dalam isi perut orang dan hewan. Serangan yang paling mematikan pada hati dan kedua jantung, setelahnya mengeringkan perut dan (menyebar) keseluruh tubuh.

Penyakit ini akan menimbulkan cacing pita yang disebut Ikankus Carnilusis, yaitu cacing kecil yang panjangnya mencapai 2-9 mm, terdiri dari tiga ruas, kepala dan leher. Bagian kepalanya terdapat empat alat penghisap. Dan cacing ini hidup di ujung usus tambahan yang seringkali berada pada anjing, kucing, musang dan srigala

Lalu penyakitnya akan berpindah ke manusia yang sangat mencintai anjing, apabila dia menciumnya atau meminum dari wadahnya.

Lihat Buku Amrad Al-Hayawaanat Al-Alifah allati Tushiibul-Insan, oleh DR. Ali Ismail Ubaid As-Sanafi.

Kesimpulannya: Tidak diperbolehkan memelihara anjing kecuail untuk berburu atau menjaga hewan ternak dan tanaman. Boleh juga untuk menjaga rumah dengan syarat tempatnya berada di perkampungan dan dengan syarat tidak tersedia sarana yang lain. Tidak selayaknya seorang muslim mengikuti cara orang-orang kafir; berlari bersama anjing, menyentuh mulutnya atau menciumnya yang dapat menyebabkan berbagai penyakit.

Alhamdulillah, kita diberi syariat yang sempurna ini, yang bertujuan untuk memperbaiki agama dan dunia manusia. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Kurang lebih Ini yang bisa disampaikan dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki. Setelah membaca penjelasan ini, keputusan akhir di tangan teman-teman, mau tetap melihara silahkan, enggak melihara lebih baik.. the choice is yours! Tapi kewajiban saya sebagai sesama muslim untuk saling menasehati dalam kebaikan sudah saya lakukan. Setelah itu kalo kata iklan AXE, “dan selanjutnya….. terserah anda!”

Tapi percayalah, bahwa setiap apa yang diperintahkan oleh Allah adalah untuk kebaikan manusia itu, termasuk perintah untuk tidak memelihara anjing ini. Dan Allah SWT selalu menginginkan kemudahan bagi hamba-hambaNya karena sesungguhnya Islam dibangun atas dasar kemudahan dan tidak mempersulit.“Allah SWT menginginkan bagimu kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
.
 Wallahua'lam.




sumber :
http://muhammadassad.wordpress.com/2010/04/20/hukum-memelihara-anjing-dalam-perspektif-islam/
http://islamqa.info/id/ref/69840
http://endraithuujelek.wordpress.com/islam-tidak-mengharamkan-anjing/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar