Ada sebuah ungkapan Ulama menyatakan, “Siapa beramal tanpa guru maka gurunya setan” . Barangkali ungkapan tersebut yang paling pas untuk menjawab fenomena Ruqyah yang beberapa tahun silam marak dilakukan sekelompok orang yang hanya memahami ilmunya tapi kurang memafahami prakteknya. Mereka melaksanakan amalan ruqyah tersebut secara bid’ah dalam arti ngarang sendiri padahal sebelum itu belum pernah ada orang yang melakukannya, sekarang malah diikuti oleh orang-orang yang memanfaatkan ketenaran ruqyah tersebut untuk kepentingan bisnis pribadi, pengobatan gratis katanya.
Firman Allah SWT. Surat al-A’rof ayat 201:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (QS:7/201)
Yang dimaksud “Thooifum minasy-Syaithon” atau was-was dari setan, adalah godaan setan kepada orang yang suka beramal atas dasar bartakwallah yang bentuk wujudnya terkadang berupa bisikan diluar bisikan manusia itu sendiri, bahkan bisikan tersebut terkadang lebih dominan dari bisikan hatinya sendiri.
Contoh misal: Ada orang melihat orang di hadapannya dalam pandangan kasat mata adalah orang baik-baik, baik pekerjaan maupun ucapan, tetapi dalam perasaannya ada bisikan mengatakan sebaliknya, orang tersebut dikatakan jahat. Terkadang sebaliknya, ketika melihat buruk, bisikan itu malah mengatakan baik. Akibatnya, orang tersebut menjadi bingung dengan bisikan hatinya sendiri, karena akalnya mengatakan begini sedang batinnya mengatakan lain. Ketika bisikan tersebut semakin lama jadi semakin membingungkan, akhirnya ia menjadi lupa diri. Klimaksnya, orang tersebut menjadi gila.
Indikasi orang yang terkena godaan jin semacam ini, orang yang asalnya periang mendadak jadi pendiam. Menjadi tidak suka bicara dan bergaul dengan orang lain, sehari-hari pekerjaannya hanya mengurung diri di dalam kamar dan terkadang berbicara sendirian, tidak banyak suka dengan perbuatan orang lain karena menurutnya perbuatan tersebut salah. Merasa hanya dirinya sendiri yang benar, mengaku pernah didatangi ruh para waliyullah dan bahkan mendapat ilmu langsung dari para Wali dan para Nabi. Para Wali dan Para Nabi itu katanya datang sendiri ke kamarnya, dan bahkan ada yang mengaku bertemu langsung dengan Allah Ta’ala, mendapat wahyu sebagaimana para Nabi as. Namun ketika penyakit itu sudah semakin parah, dia malah meninggalkan seluruh pemilikannya bahkan keluarganya yang dahulu sangat dicintai alias menjadi gila.
Banyak kejadian seperti ini kita temui di masyarakat, dan kebanyakan orang yang terkena penyakit seperti itu justru orang yang suka beribadah dan ahli mujahadah. Mengapa bisa demikian..?, karena ibadah dan mujahadah yang ditekuni itu tanpa mendapat bimbingan dari seorang guru ahlinya, yakni para guru mursyid yang ahli membimbing ruhani para murid-muridnya. Akibat dari perbauatn tersebut, maka ibadah dan mujahadah tersebut hanya dilakukan atas dasar dorongan kemauan emosional dan rasional saja dan gersang dari pancaran spiritual.
Kongkritnya kejadian, ketika dorongan emosionalitas seseorang telah mendesak wilayah rasionalitas hingga pertahanan rasionalitas menjadi lemah dan keadaan orang tersebut menjadi antara sadar dan tidak sadar, saat seperti itulah yang sangat ditunggu-tunggu oleh sekawanan setan Jin untuk memasukkan sulthon (tehnologi) nya di dalam wilayah kesadaran manusia. Dengan tehnologi tersebut setan jin dapat meremot atau memancarkan perintahnya kepada mangsanya dari jarak jauh.
Adapun orang bartakwa yang dimaksud ayat di atas adalah orang yang suka berdzikir kepada Allah, boleh dengan sholat, dengan membaca kalimah thoyyibah, dengan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim, namun tujuannya supaya menjadi orang yang lebih baik dalam arti sadar, mengenal dirinya dan mengenal tuhannya. Tidak malah sebaliknya, seperti pelaksanaan ruqyah tersebut, yaitu orang yang asalnya sadar dan sehat malah jadi kesurupan jin, hilang ingatan atau gila walau sebentar, bahkan muntah-muntah dan kencing di tempat. Mengapa amalan yang mengerikan seperti itu dikatakan ruqyah dalam arti mengobati orang sakit…????
Seharusnya ruqyah itu dilakukan untuk membebaskan orang dari kesurupan jin, atau menyembuhkan orang yang jiwanya tidak sehat menjadi sehat kembali, bukan sebaliknya. Ruqyah bukan untuk menjadikan orang kesurupan jin yang bisa berakibat orang sakit lahir batin dan bahkan gila secara permanen.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ , فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan (nafsu syahwat), setanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Hajj (22)52).
Rasul dan Nabi saja ketika ibadah dengan hati sedang tidak khusu’ atau lalai, bisa dimasuki godaan setan jin, apalagi orang-orang awam seperti kita yang sedang menerawang setan jin, maka tentunya menjadi santapan empuk para setan jin.
Dengan ayat di atas urusannya jadi semakin jelas, mengapa orang diruqyah gampang kesurupan jin. Jangankan manusia biasa, Rasul dan Nabi sekalipun, ketika dalam pelaksanaan ibadah yang mereka lakukan, baik dengan dzikir maupun pikir, meski itu dilakukan dalam rangka tugas risalah dan nubuwah, jika di dalamnya terdapat kesalahan, yakni terbukanya ruang kosong (melamun urusan duniawi) sehingga kemauan nafsu berbalik menjadi pendorong ibadah, maka setan Jin segera terfasilitasi menyusupkan was-wasnya dalam hati mereka. Hanya saja “Allah segera menghilangkan was-was setan tersebut dan menguatkan ayat-ayat-Nya”. Hal tersebut bisa terjadi ?? karena memang setan Jin sudah sangat dekat dengan manusia.
Terkadang was-was setan itu berupa suara dzikir yang diperdengarkan dari jauh bahkan seperti suara orang dzikir berjama’ah yang semakin lama semakin menusuk perasaan. Dengan tipu daya setan jin seperti ini tidak banyak orang memahami, hingga godaan yang mematikan itu oleh orang yang sedang dzikir itu dikira hal positif yang didatangkan Allah baginya. Ketika suara-suara itu semakin diikuti oleh perasaan, maka tahap berikutnya kesadaran orang yang sedang khusu’ itu ditarik masuk ke dalam wilayah dimensi alam Jin, saat itu berarti orang tersebut sudah dikuasai setan Jin.
Kejadian seperti ini sering dialami oleh orang ahli mujahadah. Kejadian tersebut jauh lebih halus dibanding proses masuknya tipu daya setan jin lewat bacaan ruqyah. Seandainya para ahli ibadah itu tidak dilindungi oleh sistem perlindunan Allah untuk menangkal gangguan setan bagi hamba-hamba yang dicintai, barangkali tidak ada seorangpun dari orang ahli ibadah yang selamat dari tipu daya setan jin.
Adapun keadaan orang-orang yang diruqyah, Jin tidak harus repot-repot mengkondisikan keadaan yang demikian itu, karena para pelaku ruqyah itu telah mengkondisikan diri sendiri untuk rasuki jin, bahkan dipersiapkan sejak awal. Dengan memaksakan diri berkonsentrasi mendenarkan ayat-ayat yang dibaca sambil pikirannya menerawang jin, mereka tidak sadar bahwa perbuatan tersebut justru mengundang jin memasuki wilayah kesadaran mereka sendiri. Terbukti demikian mudahnya orang diruqyah itu kesurupan jin. Hal tersebut menunjukkan bahwa para pelaksana ruqyah itu tidak pengalaman menghadapi tipu daya setan jin, hingga hal yang sedemikian membahayakan itu tidak disadari, bahkan terkadang mereka melakukan ruqyah itu dengan kebanggaan dan kesombongan. Seakan merasa yang paling tidak syirik, sedangkan jimat-jimat yang mereka bakar sebelum pelaksanaan ruqyah itu merupakan perbuatan yang paling syirik.
Namun bukan wilayah syirik atau tidak syirik itu yang menjadi tujuan penulisan, karena wilayah itu merupakan wilayah hukum syari’at yang memerlukan kecermatan dalam mengambil keputusan, akan tetapi urusan yang lebih sederhana dan tampak mata saja, yaitu demi keselamatan anak cucu kita dari akibat kesalahan yang kita perbuat sendiri dari bahaya setan jin yang setiap saat selalu siaga untuk menerkam mangsanya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَزَيَّنَ لَهُمَ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam. (QS:29/38)
Ciri-ciri orang yang terjebak tipudaya setan jin adalah orang yang merasa benar sendiri. Merasa amalannya paling benar, paling baik dan paling bersih dari kesalahan dan syirik, terlebih dengan suka menyalahkan keyakinan dan amalan orang lain.
Jika orang melaksanakan ibadah, namun sesudahnya malah merasa mulia hinga melihat orang lain lebih hina dibandingkan dirinya, maka itu pertanda paling jelas bahwa orang tersebut telah masuk perangkap tipu daya setan jin. Mereka menjadi sombong karena merasa mempunyai nilai lebih dibandingkan orang lain, dan apabila kondisi tersebut dilahirkan dengan ucapan atau perbuatan maka orang tersebut telah menjadi takabbur. Dengan ibadah yang dilakukan seharusnya menjadikan orang merasa hina di hadapan Dzat yang Maha Mulia, lebih mengenali aib diri sendiri, mengenali keterbatasan, semakin dapat melihat dosa-dosa sendiri, sehingga dapat meningkatkan semangat bertaubat kepada-Nya.
Singkat kata apabila ibadah dan dzikir membuahkan rasa syukur kepada Allah, berarti ibadah itu sudah benar, yang demikian itu telah diisyaratkan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) -Ku. QS:2/152.
Menjadi semakin jelas, jika pelaksanaan “Ruqyah” tersebut masuk dalam wilayah ibadah, maka buahnya tidak hanya menjadikan orang yang asalnya tidak sadar menjadi sadar saja, namun juga menjadikan para pelakunya mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya. Jika tidak demikian, bahkan menjadikan orang yang asalnya sadar menjadi kesurupan jin, menjadi gila walau sebentar, berarti yang dilakukan itu bukan ibadah.
Firman Allah Ta’ala Qur’an Surat al-Hijr/ayat 15/42. Qur’an Surat Shod/ayat 82/85. Qur’an Surat an-Nahl/ ayat 16/100
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat”. QS:15/42.
Jika yang diklem sebagai Ruqyah itu termasuk katagori ibadah yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah, bukan mengikuti langkah setan hingga pelakunya jadi sesat dan bukan pula perbuatan syirik, maka dengan pernyataan firman Allah Ta’ala di atas, seharusnya wilayah kesadaran orang yang mendengarkan ayat-ayat suci itu tidak dapat ditembus oleh kekuatan jin yang manapun meski hanya untuk menguasai sesaat. Namun kenyatannya tidak demikian, orang yang diruqyah itu sedemikian mudah kesurupan jin. Maka barangkali bacaan ayat-ayat yang dibacakan dalam pelaksanaan “Ruqyah” itu sudah disusupi sihir setan Jin. Jika memang demikian, maka para pelaku ruqyah tersebut tidak ubahnya seperti “tukang sihir” yang membaca mantra hingga seketika pendengarnya bergelimpangan kesurupan jin.
Bukankah permainan kuda lumping keadaannya juga seperti itu..?. setelah pimpinannya membaca mantra seketika para pemainnya kesurupan jin hingga makan beling? Namun ada yang berbeda sedikit, jika kuda lumping tontonan yang mengasyikkan, “Ruqyah” tontonan yang mengerikan dan menjijikkan.
Di dalam firman-Nya yang lain Allah Ta’ala telah menegaskan pula. Allah SWT. berfirman:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ(82)إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِين َ
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, – kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. QS:82/85.
Iblis bersumpah di hadapan Allah Ta’ala akan menyesatkan seluruh anak Adam kecuali hamba-hamba Allah yang hatinya ikhlas. Terhadap hamba Allah yang ihlas itu sedikitpun setan Jin tidak dapat menembus benteng pertahanan yang melindungi mereka. Demikian yang dinyatakan Iblis sendiri di hadapan Allah Ta’ala yang telah diabadikan-Nya dengan firman-Nya di atas. Artinya, yang menunjukkan kehebatan dari suatu pelaksanaan amal ibadah, manakala mendapat perlindungan Allah Ta’ala dari kekuatan setan Jin, tidak malah sebaliknya.
Lebih tegas lagi Allah Ta’ala menyatakan dengan firman-Nya:
إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin (beryatawalla) dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah QS:16/100.
Penegasan Allah Ta’ala itu artinya : bahwa hanya kepada sekelompok orang yang telah mengambil setan Jin sebagai wasilah atau jalan untuk mendekat (beryatawalla) dan orang-orang yang telah berbuat syirik saja, setan Jin dapat memperdaya hingga kesadaran mereka dapat dikuasai walau hanya sebentar.
Firman Allah Ta’ala يَتَوَلَّوْنَهُ . “Yatawalla” artinya berwasilah kepadanya. Apabila hal tersebut dipraktekkan dalam amal ibadah maka yang dimaksud yatawalla adalah tawassul. Untuk tujuan inilah orang berthoriqoh bertawassul kepada Rasulullah saw. melalui tawassul kepada guru mursyidnya. Hal tersebut dilakukan supaya dapat terjadi hubungan ruhaniyah secara berkesinambungan antara murid dengan gurunya sampai kepada Rasulullah saw.
Barangkali seperti keadaan inilah apa yang terjadi dalam pelaksanaan “Ruqyah” tersebut, ketika orang-orang yang mendengarkan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim itu sambil pikirannya menerawang Jin – apakah di dalam tubuhnya ada jin atau tidak – sambil memaksakan diri untuk berbuat khusu’, tanpa disadari ternyata justru mereka itu sedang menerapkan pelaksanaan ayat tersebut yakni bertawasul kepada setan Jin, maka pantas saja, hingga sedemikian mudahnya orang yang diruqyah itu kesurupan Jin.
Sesungguhnya perbuatan tersebut hakikatnya adalah syirik di dalam amal “asy Syirku Fil Amali”. Dan itu identik dengan perbuatan Jin yang memang selalu bersyirik ria dengan manusia sebagaimana yang telah ditegaskan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَولَادِ
“Dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak”. QS:17/64.
Yang pasti, hendaklah manusia selalu waspada dan berhati-hati ketika perbuatannya nyata-nyata bersingguan dengan dimensi jin, seperti amalan yang mereka katakan ruqyah tersebut, apabila Allah Ta’ala tidak melindungi hamba-Nya maka pasti tidak seorangpun dapat selamat dari tipu daya setan jin, dengan hanya satu alasan saja; “Karena jin dapat melihat manusia, manusia tidak dapat melihat Jin”.
Firman Allah SWT. Qur’an Surat al-A’rof/ayat 7/16-17.
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ(16)ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, – kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at). QS:7/16-17.
Oleh karena Iblis menolak perintah Allah Ta’ala sujud kepada Nabi Adam as, maka Iblis mendapat laknat, “Tersesat untuk selama-lamanya”. Iblis dengan seluruh kekuatan dan bala tentaranya kemudian menjawab hukuman tersebut dengan menyampaikan ancaman untuk Nabi Adam as. dan anak turunnya. Alloh mengabadikan ancaman tersebut dengan firman-Nya: “Saya benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, – kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at). QS:7/16-17)”.
Sejak saat itu genderang perang sudah ditabuh, sejak itupula perang telah terjadi dimana-mana bahkan sampai hari kiyamat nanti. Yang menjadi korban pertama adalah Nabi Adam as. Beliau diturunkan dari kemuliaan abadi di surga ke dalam lembah kehinaan di dunia. Allah Ta’ala juga telah memberi peringatan kepada anak manusia dengan firman-Nya:
يَابَنِي ءَادَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya `auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman”.QS:7/27.
Medan peperangannya berada di dalam rongga dada manusia. Tujuannya supaya manusia tidak mampu bersyukur kepada Allah Ta’ala, sehingga menjadi manusia yang kufur nikmat yang akhirnya akan hidup bersama-sama Iblis dan bala tentaranya di Neraka Jahannam untuk selama-lamanya. Wal’iyaadzu Billah.
Dalam mengantisipasi ancaman tersebut dan secara khusus dihubungkan dengan pelaksanaan Ruqyah, maka timbul dua pertanyaan:
1. Mengapa justru orang yang rajin beribadah yang mendapat perhatian serius dari ancaman setan Jin, bukan orang-orang yang sedang berbuat maksiat …?.
2. Bukankah yang dibaca dalam palaksanaan ruqyah itu adalah ayat-ayat yang telah dijaga oleh Allah Ta’ala dengan suatu pernyataan firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. QS:15/9.
Jawaban pertama: Karena orang yang rajin beribadah adalah orang yang berada di jalan lurus atau jalan menuju surga, maka mereka itulah musuh-musuh utama setan Jin. Terhadap ahli ibadah tersebut setan tidak menghalangi supaya mereka meninggalkan ibadahnya, karena hal tersebut merupakan pekerjaan yang berat, akan tetapi supaya tujuan ibadah itu berbelok arah, tidak menuju ke surga lagi melainkan menuju kehancuran manusia. Dengan ibadah yang dilakukan, tanpa disadari pelakunya digiring setan jin untuk memperturutkan hawa nafsunya hingga terjebak berbuat maksiat. Dalam arti tidak melaksanakan perwujudan rasa syukur atas kenikmatan, tetapi ibadah itu hanya dijadikan sarana untuk meminta dan menuntut saja. Itulah tugas utama setan jin sebagai tentara-tentara Iblis yang sangat setia, dalam urusan itu mereka sangat terlatih. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari kejahatan setan yang terkutuk.
Ketika ibadah dilakukan tanpa bimbingan guru ahlinya, maka kerapkali ibadah tersebut justru menjadi penyebab orang menjadi gila. Kalau bukan gila dalam arti kesurupan jin, ada gila yang lebih bahaya lagi dari itu, yakni gila dalam arti lupa diri atau gila hormat, gila pangkat, gila jabatan, gila dunia bahkan gila dipuji orang. Berangkat dari hal tersebut, supaya setan Jin dapat dengan mudah meracuni pola fikir serta merusak aqidah orang beriman, maka sasaran pertama yang dilakukan adalah merusak kesadaran manusia, melalui pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, ketika orang-orang ramai-ramai di”Ruqyah” ternyata hasilnya malah kesadaran mereka menjadi hilang dan kesurupan jin, maka penulis menyimpulkan, perbuatan tersebut identik dengan perbuatan setan jin.
Jawaban Kedua: Al-Qur’an al-Karim memang terjaga bahkan sepanjang masa, baik secara batin melalui sistem penjagaan rahasia maupun secara lahir oleh hamba-hamba Allah yang sholeh yang di dalam dadanya menjadi tempat simpanan al-Qur’an. Mereka itu adalah para huffadz dan hafidzoh yang mulia, yang selalu dengan tekun menjaga hafalannya dengan ihlas semata-mata melaksanakan bentuk pengabdian hakiki kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu, bukan al-Qur’an yang harus dijaga, karena al-Qur’an sudah terjaga, melainkan orang-orang yang membacanya. Para pembaca al-Qur’an itu harus menjaga diri sendiri dari niat yang tidak benar, dari mengikuti kemauan nafsu syahwat terlebih dorongan hawa nafsu syaithoniah.
Apabila cara membaca itu hanya didorong oleh nafsu syahwat, maka bacaan itu tidak hanya dapat membantu makhluk jin menguasai kesadaran manusia saja, bahkan dapat menghancurkan langit dan bumi dan isinya. Allah Ta’ala telah menegaskan dengan firman-Nya:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
Andaikata kebenaran (Al-Qur’an) itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. QS:23/71.
Jadi, hilangnya kesadaran ketika orang diruqyah itu barangkali hanya tujuan awal supaya setelah itu setan jin dapat dengan mudah memancarkan perintah rahasia langsung di hati orang yang pernah kesurupan jin tersebut, agar setelah itu kehidupan orang tersebut rentan terkena gangguan setan jin baik fisik maupun pikiran hingga cenderung terlena dengan kehidupan duniawi yang memabukkan. Kita berlindung dari tipudaya setan yang terkutuk.
Mengapa semua itu bisa terjadi ?? Karena sesungguhnya aktifitas kehidupan jin sangat dekat dengan manusia. Bahkan urat darah manusia menjadi jalan jin menuju hati, dan lubang-lubang pada anggota tubuh manusia jadi tempat istirahat dan tempat tidur jin. Sebagian jin bahkan bermalam di lubang hidung di saat manusia sedang tidur. Rasulullah saw. telah mengabarkan dengan sabdanya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيَاشِيمِهِ
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi s.a.w telah bersabda: Apabila seseorang dari kamu bangun dari tidur, hendaklah dia memasukkan air ke dalam hidung dan menghembusnya keluar sebanyak tiga kali karena sesungguhnya setan bermalam di dalam lubang hidungnya di saat manusia tidur .
• Riwayat Bukhari di dalam Kitab Permulaan Kejadian hadits nomor 3052.
• Riwayat Muslim di dalam Kitab Bersuci hadits nomor 351.
• Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Bersuci hadist nomor 89.
Dan juga sabdanya:
حَدِيثُ صَفِيَّةَ بِنْتِ حُيَيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ لِأَنْقَلِبَ فَقَامَ مَعِيَ لِيَقْلِبَنِي وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِي دَارِ أُسَامَةَ ابْنِ زَيْدٍ فَمَرَّ رَجُلَانِ مِنَ الْأَنْصَارِ فَلَمَّا رَأَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ فَقَالَا سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَرًّا أَوْ قَالَ شَيْئًا
Diriwayatkan dari Sofiah binti Huyai r.a berkata: Pada suatu malam ketika Nabi s.a.w sedang beriktikaf aku datang menghampiri baginda. Setelah puas berbincang-bincang dengan baginda, akupun berdiri untuk pulang. Rasulullah s.a.w ikut berdiri untuk mengantarku. Tempat tinggal Sofiah adalah di rumah Usamah bin Zaid. Tiba-tiba datang dua orang Ansar. Ketika mereka melihat Nabi saw mereka mempercepatkan langkahnya. Lalu Nabi saw bersabda: Perlahankanlah langkahmu. Sesungguhnya ini adalah Sofiah binti Huyai. Kedua orang ansor itu berkata Maha suci Allah, wahai Rasulullah. Lalu Rasulullah s.a.w bersabda Sesungguhnya setan itu berjalan pada aliran darah manusia. Sebenarnya aku khawatir ada tuduhan buruk atau yang tidak baik dalam hati kamu berdua *
1. Riwayat Bukhori di dalam Kitab I’tikaf hadits nomor 1894, 1897, 1898. – Etika hadits nomor 5751.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Salam hadits nomor 4041.
3. Riwayat Abu Dawud di dalam Kitab Etika hadits nomor 4342.
4. Riwayat Ibnu Majah di dalam Kitab Puasa hadits nomor 1769.
Ketika ada sekelompok orang membaca dan mendengarkan ayat al-Qur’an dengan hati lalai karena cenderung mengikuti kehendak nafsu sambil pikirannya menerawang Jin karena takut dalam tubuhnya ada jin, terlebih lagi ketika tujuannya terkontaminasi kepentingan duniawi, baik pribadi maupun golongan, bahkan dengan bangga dan merasa paling benar sendiri hingga tidak segan-segan menyirikkan dan membid’ahkan amalan orang lain, maka secara otomatis sekelompok jin mendapat fasilitas untuk menguasai kesadaran mereka. Jin para penjaga manusia itu saling berebut mendapatkan point untuk dibanggakan kepada pimpinan mereka. Maka yang semestinya di dalam kesempatan lain pekerjaan untuk menguasai kesadaran manusia itu sulit dilakukan, di dalam pelaksanaan “Ruqyah” malah mendapat kemudahan. Terbukti dengan demikian mudahnya jin mengusai kesadaran mereka, sehingga seketika itu juga Jin menjadikan para pendengar yang khusu’ tersebut bergelimpangan bagaikan orang kena sihir. Berteriak-teriak seperti orang gila…. bahkan ada yang terkencing-kencing di tempat.
Mengapa perkerjaan mengerikan dan menjijikkan seperti itu dengan bangga mereka katakan mengobati orang sakit..?? Apakah para pelaku ruqyah itu tidak mengerti bahwa setelah orang kesurupan jin itu bisa berakibat menjadi orang berpenyakitan … ?? Dimana logikanya orang yang asalnya sadar menjadi kesurupan jin dikatakan mengeluarkan jin dari tubuhnya …?? Barangkali perlu ada perenungan terhadap pelaksanaan ruqyah tersebut, sebelum lebih banyak lagi orang jadi korban dari akibat ketidaktahuan ini.
Jika yang dikatakan ruqyah tersebut benar dapat mengeluarkan jin dari tubuh manusia, bukan sebaliknya. Pertanyaannya, Jin yang mana yang akan dikeluarkan dari tubuh manusia itu…?. Dalam kaitan ini kita akan membadah kandungan makna dari tiga hadits Rasulullah saw.:
Untuk membicarakan dimensi jin, oleh karena berkaitan dengan keadaan yang ghaib bagi indera lahir, maka hanya wahyu yang berhak membicarakannya, baik ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad SAW. Orang beriman wajib mengimaninya. Adapun kedudukan hadits shoheh sejajar dengan ayat al-Qur’an. Allah Ta’ala telah menyatakan dengan firman-Nya: yang artinya: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. – Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), QS: 53/3-4.
Berikut ini tiga hadits yang kita jadikan bahan kajian:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَاِريَهُ ِبالْجُوْعِ
“Sesungguhnya setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan puasa”.
Atau dengan kalimat yang lain:
حَدِيثُ صَفِيَّةَ بِنْتِ حُيَيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ لِأَنْقَلِبَ فَقَامَ مَعِيَ لِيَقْلِبَنِي وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِي دَارِ أُسَامَةَ ابْنِ زَيْدٍ فَمَرَّ رَجُلَانِ مِنَ الْأَنْصَارِ فَلَمَّا رَأَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ فَقَالَا سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَرًّا أَوْ قَالَ شَيْئًا
Diriwayatkan dari Sofiah binti Huyai r.a berkata: Pada suatu malam ketika Nabi s.a.w sedang beriktikaf aku datang menghampiri baginda. Setelah puas berbincang-bincang dengan baginda, akupun berdiri untuk pulang. Rasulullah s.a.w ikut berdiri untuk mengantarku. Tempat tinggal Sofiah adalah di rumah Usamah bin Zaid. Tiba-tiba datang dua orang Ansar. Ketika mereka melihat Nabi saw mereka mempercepatkan langkahnya. Lalu Nabi saw bersabda: Perlahankanlah langkahmu. Sesungguhnya ini adalah Sofiah binti Huyai. Kedua orang angsor itu berkata Maha suci Allah, wahai Rasulullah. Lalu Rasulullah s.a.w bersabdaSesungguhnya setan itu berjalan pada aliran darah manusia. Sebenarnya aku hawatir ada tuduhan buruk atau yang tidak baik dalam hati kamu berdua
• Riwayat Bukhori di dalam Kitab I’tikaf hadits nomor 1894, 1897, 1898. – Etika hadits nomor 5751.
• Riwayat Muslim di dalam Kitab Salam hadits nomor 4041.
• Riwayat Abu Dawud di dalam Kitab Etika hadits nomor 4342.
• Riwayat Ibnu Majah di dalam Kitab Puasa hadits nomor 1769.
Ternyata setan jin dapat bebas keluar masuk didalam tubuh manusia melalui jalan darahnya. Supaya jin tidak bebas keluar masuk seenaknya, hendaklah manusia menyempitkan jalan darahnya dengan lapar atau ibadah puasa. Artinya dengan pengendalian nafsu syahwat, baik melalui puasa maupun ibadah-ibadah yang lain manusia dapat mengupayakan jalan masuk jin yang ada dalam tubuhnya menjadi sempit. Dalam arti lain, orang yang ingin menjaga darinya dari tipu daya setan jin tidak harus diruqyah melaikan bisa dengan berpuasa.
Sedangkan hadits yang kedua adalah sebagai berikut:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ وَكَّلَ قََرِيْنَهُ مِنَ الْجِنِّ . قَاُلْوا أَاَنْتَ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ : وَإِيَّايَ إِلاَّ أَنَّ اللهَ قَدْ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلاَ يَأْمُرُنِي إِلاَّ بِالْخَيْرِ . رواه مسلم
“Tidaklah dari salah satu diantara kalian kecuali sesungguhnya Allah telah mewakilkan temannya dari jin, mereka bertanya: “Apakah engkau juga ya Rasulullah?”, Rasul saw. menjawab: “Dan juga kepadaku, hanya saja sesungguhnya Allah telah menolongku mengalahkannya, maka ia masuk islam, maka ia tidak memerintah kepadaku kecuali dengan kebaikan”. (HR Muslim)
Ternyata di dalam diri Rasulullah saw juga ada jin, hanya saja berkat pertolongan Allah Ta’ala jin itu masuk islam, maka jin itu bukan menjadi setan melainkan menjadi Qorin (teman) yang baik. Maka jin tersebut tidak memberikan informasi kepada Baginda Nabi saw. kecuali yang berkaitan dengan kebaikan Beliau.
Supaya manusia mandapatkan penjagaan dari Alloh terhadap potensi gangguan setan jin yang ada dalam tubuhnya sendiri, hendaklah mereka selalu melaksanakan mujahadah di jalan Allah, bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada-Nya, baik dengan puasa, dzikir maupun ibadah-ibadah yang lain. Jika hal tersebut bisa dilakukan, maka matahati orang tersebut menjadi cemerlang dan tembus pandang. Rasulullah SAW menyatakan hal tersebut dengan sabdanya:
لَوْلاَ أَنَّ الشَّيَاطِيْنَ يَحُوْمُوْنَ عَلَى قُلُوْبِ بَنِى آَدَمَ لَنَظَرُوْا اِلَى مَلَكُوْتِ السَّمَاوَاتِ
“Kalau sekiranya syaithan tidak meliputi hati anak Adam, pasti dia akan melihat alam kerajaan langit”.
Sekiranya setan jin tidak meliputi hati manusia, maka sorot matahati orang tersebut dapat menembus alam malakut. Matahati mereka dapat menembus alam ghaib, baik ghaibnya alam malakut yang ada di langit maupun alam ghaibnya alam malakut yang ada di balik dada manusia. Jika hal tersebut belum dapat dicapai, maka berarti di dalam hati orang tersebut masih berpotensi diliputi was-was setan yang berarti pula di dalam tubuhnya masih terdapat segerombolan setan jin yang setiap saat siap menerkam dan menguasai kesadarannya. Seandainya Allah Ta’ala tidak melindungi hamba-Nya, maka tidak seorangpun dapat selamat dari kejahatan setan jin yang terkutuk. Allah Ta’ala telah menegaskan dengan firman-Nya:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS:24/21.
Apa saja yang menyebabkan kekejian berarti perbuatan keji dan apa saja yang menyebabkan kemungkaran berarti perbuatan mungkar. Maka orang yang menimbulkan penyakit kepada orang lain berarti orang tersebut adalah sumber penyakit. Jika ada orang berbuat demikian, baik sengaja maupun tidak, berarti orang tersebut telah mengikuti langkah-langkah setan sebagaimana yang telah diisyaratkan Allah Ta’ala dengan firman-Nya di atas. Lebih tegas Allah memberi peringatan dengan firman-Nya:
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)”. QS:4/83.
Adanya perlindungan kepada manusia tersebut, bukan berarti manusia sakti mandraguna sehingga jin takut kepadanya, namun semata-mata karena keutamaan Allah Ta’ala dan rahmat-Nya yang diberikan kepada hamba-hamba yang dikasihi. Seandainya tidak demikian, maka: “tentulah kamu semua akan mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu)”. QS:4/83.
Apabila pelaksanaan ruqyah tersebut benar dapat mengeluarkan jin dari tubuh manusia, jika kita kaitkan dengan dalil-dalil dan argumentasi di atas, maka jin mana yang akan dikeluarkan oleh para peruqyah dari tubuh orang-orang yang mereka ruqyah …??? Jika memang benar ruqyah tersebut dapat mengeluarkan jin dari tubuh manusia, maka seharusnya orang yang kesurupan jin menjadi sadar, bukan sebaliknya. Padahal kenyataannya sebaliknya, orang yang asalnya sadar menjadi kesurupan jin, mereka berteriak-teriak seperti orang gila, bahkan ada yang sampai muntah di tempat, apakah perbuatan tersebut bisa dikatakan mengeluarkan jin…??? Dengan kenyatan demikian, berarti bisa diduga pelaksanaan ruqyah itu justru malah memasukkan jin ke dalam tubuh orang yang diruqyah, bukan mengeluarkan.
Oleh Muhammad Luthfi Ghozali.
http://alfithrahgp.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar