Halaman

Kamis, 01 Agustus 2013

Dzikir Ajaran Sunan Kalijaga

Sebelum kita mengamalkan amalan zikir Sunan kali jaga ada baiknya kita ketahui Siapa kah sunan kali jaga tersebut, setelah mengetahui siapa sunan kali jaga dan silahkan mengamalkan amalan yang sunan pernah lakukan, yang penting kita mengamalkan dengan niat karna allah semata,
Sunan Kalijaga atau biasa disebut Sunan kalijogo, Sunan kali jogo ini sangat melegenda di indonesia bahkan sejarah nya pun melegenda ke belahan dunia .

Sunan Kalijaga mendekatan diri kepada Allah swt, Dengan Menggunakan Metode dzikir sebagai sarananya. beliau Mengajarkan cara berdzikir kepada murid murid nya , mulai dari dzikir lisan, dzikir nafas , dzikir kolbu, dzikir ruh, dzikir perbuatan dll.

Beliau mengajarkan Dzikir kepada seseorang sesuai dengan tingkat ketaqwaan atau maqom orang tersebut, jadi wajar saja jika di masyarakat banyak yang mengaku bersumber dari ajaran Sunan Kalijaga, meskipun mereka berbeda baik bacaan maupun caranya berdzikir.

Diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah dan Dewi Sofiah.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang berdiri pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor (Guru) sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Beliau juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.

Beliau sangat toleran pada budaya lokal. Beliau berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah.

Beberapa lagu suluk ciptaan Sunan Kalijogo yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu (“Petruk Jadi Raja”). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara). Makam Sunan Kalijaga hingga sekarang masih ramai diziarahi orang.



Ajaran dan Dzikir Sunan Kalijaga

Lir-ilir, lir-ilir, tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar
Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno, kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane
Yo surak-o… surak hiyo…







Arti tembang lir ilir dalam bahasa Indonesia:
Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun (dari tidur).
Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru.
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian.
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan.
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore.
Selagi sedang terang rembulannya.
Selagi sedang banyak waktu luang.
Mari bersorak-sorak ayo...




Makna tembang lir ilir dalam agama Islam:
Ayo bangkit Islam telah lahir.
Hijau sebagai simbol agama Islam kemunculannya begitu menarik ibarat pengantin baru.
Pemimpin yang mengembala rakyat kenalah Islam sebagai agamamu.
Ia ibarat belimbing dengan 5 sisi sebagai 5 rukun Islam.
Meskipun sulit dan banyak rintangan sebarkanlah ke masyarakat dan anutlah.
Guna untuk mensucikan diri dari segala dosa dan mensucikan aqidah.
Terapkanlah Islam secara kaffah sampai ke rakyat kecil (pinggiran).
Perbaikilah apa yang telah menyimpang dari ajaran Islam untuk dirimu dan orang lain guna bekal kamu di akhirat kelak.
Mumpung masih hidup dan selagi masih diberikan kesempatan untuk bertobat.
Dan berbahagialah semoga selalu dirahmati Allah.


Filosofi tembang lir ilir:

1. Lir-ilir, lir-ilir, tandure wus sumilir.
Sayup-sayup bangun (dari tidur), tanaman-tanaman sudah mulai bersemi. Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali. diri kita masing-masing). Dengan berdzikir maka ada sesuatu yang dihidupkan.

2. Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar.
Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru. Hijau adalah simbol warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya. Ada juga penafsiran yang mengatakan bahwa pengantin baru maksudnya adalah raja-raja jawa yang baru masuk Islam.

3. Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi.
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu. Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.

4. Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara atau saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa.

5. Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir.
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan. Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.

6. Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore. Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Disini Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.

7. Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.
Selagi sedang terang rembulannya, selagi sedang banyak waktu luang
Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.

8. Yo surako, surak hiyo.
Mari bersorak-sorak ayo... Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan. Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.

Siapa yang tak mengenal tembang di atas? Selain Lir-ilir, ada lagi tembang Gundul Pacul dan lain sebaginya. Tembang itu adalah ciptaan kanjeng Sunan Kalijaga, alias Raden Said (Raden Sahid) yang sering disebut sebagai wali orisinil. Walapun ada pula yang menyebutkan bahwa tembang Lir-ilir itu karya Sunan Bonang. Namanya akrab di telinga Islam Jawa. Dan, nyatanya dialah satu-satunya wali yang bisa diterima oleh berbagai pihak, baik oleh mutihan atau abangan, santri atau awam.

Sunan Kalijaga adalah putra Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Tumenggung Wilatikta sering disebut Raden Sahur walau dia termasuk keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu tetapi Raden Sahur sendiri sudah masuk agama Islam. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syek Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali. Ada pula yang menyatakan, asalnya dari kata jaga (menjaga) dan kali (sungai). Versi ini berdasarkan pada penantian Lokajaya akan kedatangan Sunan Bonang selama tiga tahun, di tepi sungai.

Sunan Kalijaga dilukiskan hidup dalam empat era pemerintahan, yaitu masa Majapahit (sebelum 1478), Kesultanan Demak (1481-1546), Kesultanan Pajang (1546-1568), dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Begitulah yang dinukilkan Babad Tanah Jawi, yang memerikan kedatangan Sunan Kalijaga ke kediaman Panembahan Senapati di Mataram. Dengan demikian diperkirakan masa hidup Sunan Kalijaga mencapai lebih dari 100 tahun.

Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Raden Umar Sahid) (Sunan Muria), Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah. Dengan demikian Sunan Kalijaga adalah ipar dari Sunan Giri. Pasalnya, Sunan Giri adalah putra dari Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu. Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara).

Sunan Kalijaga, seperti halnya Syekh Siti Jenar, memang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa melalui sisi budaya. Islam menemui banyak halangan untuk berkembang di tanah Jawa karena bertemu dengan kultur yang sudah sangat kuat, yaitu kultur Hindu/Buddha di bawah pengaruh kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga melakukan transmogrifikasi dengan memasukkan unsur-unsur Islam dalam budaya-budaya Jawa seperti memasukannya ke dalam syair-syair macapat, memodifikasi wayang kulit, menciptakan lagu yang sangat terkenal Lir- ilir, dan sebagainya.

Buku ini tidak sededar bertutur kata tentang kisah Sunan Kalijaga, tetapi mengungkap ajaran serta amalan yang diwariskan, seperti doa-doa (kidung) baik yang berbahasa Jawa maupun yang diambil dari ma’surat. Dengan demikian kita bisa lebih paham ajaran (pesan) kearifan Sunan Kalijaga serta bisa mendapatkan khazanan lama yang berharga. Sebagai contohnya, wejangan dibalik tembang Lir-ilir dan wejangan tentang pacul.

Wejangan dibalik tembang Lir-ilir

Bila kita renungkan secara mendalam apa yang tersirat dari suratan tembang Lir-ilir tersebut secara globalnya adalah sebagai berikut:

*) Bait pertama, mulai bangkitnya Islam.

*) Bait kedua, merupakan perintah untuk melaksanakan kelima Rukun Islam.

*) Bait ketiga, bertobat, memperbaiki kesaahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Kesemuanya untuk bekal kelak bila mati.

*) Dan bait selanjutnya mempunyai arti yang menyimpulkan mumpung ada kesempatan baik.

Wejangan tentang Pacul

Wejangan Sunan Kalijaga tentang Pacul yang diberikan kepada Ki Ageng Sela juga sangat menarik untuk dikaji. Wejangan yang nampaknya sederhana itu bermakna sangat dalam.

Pacul atau cangkul merupakan senjata utama andalan para petani. Senjata yang ampuh ini digunakan untuk mengolah lahan pertanian. Menurut wejangan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Sela, cangkul terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1) Pacul (bagian yang tajam), 2) Bawak (lingkaran tempat batang doran), dan 3) Doran (batang kayu untuk pegangan cangkul).

1) Pacul. Pacul dari kata: ngipatake barang kang muncul, artinya membuang bagian yang mendugul (semacam benjolan yang tidka rata). Sifatnya memperbaiki. Sebagai umat Islam, kita harus selalu berbuat baik dan selalu memperbaiki hidup kita yang penuh dosa. Maka, seperti halnya pacul yang baik, yaitu kuat dan tajam, kita harus kuat iman, tajam pikiran kita untuk berbuat kebaikan. Jadi, falsafah pacul tersebut mengandung makna ajaran agama yang tinggi nilainya.

2) Bawak. Bawak dari kata obahing awak, artinya geraknya tubuh. Maksudnya: sebagai orang hidup wajib bergerak tubuh akan menjadi sehat. Arti istilah yang luas, bahwa sebagai manusia kita wajib berikhtiar, seperti halnya bekerja untuk memperoleh nafkah dunia dan bergerak mengerjakan shalat untuk memperoleh nafkah batin.

3) Doran. Doran dari kata donga marang Pangeran, artinya berdo’a kepada Tuhan. Maksudnya: kita manusia sebagai umat harus selalu berdo’a kepada Tuhan, yakni Allah SWT. Karena do’a ini juga bagian vital dari ibadah. Apalagi shalat lima waktu merupakan kewajiban umat Islam yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, harus dilaksanakan sepenuhnya.



Film Sunan Kalijaga

KESIMPULAN

Dari uraian di atas kita melihat bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam dalam rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai perlunya seseorang memperhatikan hidup mereka selama di dunia ini. Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan pada kehidupan dalam alam kekekalan. Sunan Kalijaga mengingatkan manusia akan akhir kehidupan dan membawa pertanggungjawaban pribadi kepada Tuhan.

Konsep tersebut dibungkus dengan kalimat, kanggo sebho mengko sore. Sore adalah putaran waktu yang menandai habisnya siang hari sebagai simbol aktifitas. Malam adalah waktu beristirahat yang menggambarkan kematian. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Konsep tersebut dibungkus dalam kalimat, Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi. Buah blimbing itu berbentuk bintang lima sudut. Ini berbicara mengenai keislaman dengan Rukun Imannya yaitu Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, Haji.

sumber :

http://filsafat.kompasiana.com/2012/09/04/ajaran-dan-dzikir-sunan-kalijaga-490735.html
http://ilmuamalan.blogspot.com/2012/08/dzikir-sunan-kalijaga.html

1 komentar: