Halaman

Rabu, 07 Agustus 2013

Acara Ramadhan di Televisi Yang Memperihatinkan

Seperti biasanya di Bulan Ramadhan ini stasiun televisi berlomba lomba membuat acara untuk Sahur dan Berbuka Puasa. Namun sayangnya acara tersebut baik untuk Sahur dan Berbuka bisa dikatakan jauh dari kesan islami.

Kenapa bisa dikatakan Acara Sahur dan Berbuka Yang Kurang Islami?, Kita bisa melihat pengisi acara tersebut kadang pakaiannya tidak mencerminkan orang islam. Terus ada scene dimana antara laki-laki dan perempuan bersentuhan sedemikian bebasnya. Tentu saja ini kan tidak baik untuk sebuah Acara yang temanya untuk Puasa Ramadhan dan ditayangkan ketika akan berbuka.

Rasanya cukup mengkhawatirkan saja banyaknya tayangan Berbuka dan Sahur yang ditayangkan oleh Stasiun Televisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Mungkin sebaiknya jangan pakai embel embel Ramadhan.. :) dan solusi bagi kita sebaiknya jangan di tonton.

Nilai Islami dan Peran Banci dalam Acara Televisi

Judul tulisan saya ini terinspirasi dari tulisan saudara Tebe yang di-posting pada 27 Juli 2013 lalu dan sebuah surat yang dikirim oleh seorang ibu bernama Linda SA dari Surabaya. Selama Ramadhan ini, pria yang memerangkan peran perempuan banyak sekali. Mereka paki long dress, span, rok, legging, maupun wig.

“Sungguh miris saya melihatnya,” tulis Tebe, pria yang saat ini berprofesi sebagai penulis dan pengajar Writing Club di sebuah SD Islam plus. “Betapa bulan Ramadhan tahun ini diramaikan oleh perempuan jadi-jadian. Walau hanya profesionalisme pekerjaan. Tapi itu sangat memuakkan bagi saya”.

Yang memuakkan lagi, lanjut Tebe, yang berperan kebanci-bancian bukan cuma Olga Syahputra, tetapi pemain lain, seperti Denny, Wendy, Narji, Rafi Ahmad, Tara Budiman, Kiwil, dan Sapri. Para pemain yang muncul di program Sahurnya Pesbukers dan Pesbukers Ramadhan (ANTV) serta Yuk Kita Sahur (Trans TV) ini memang kerap memainkan peran sebagai banci.

“Apa karena tuntutan pekerjaan? Klise jawabannya!” ungkap Tebe lagi. “Karena biar apapun (alasannya), orang yang merubah fisiknya –yang laki-laki menjadi perempuan dan perempuan menyerupai laki-laki- akan dilaknat Tuhan. Dan rezekinya tak berkah bisa jadi haram”.

Tak beda dengan Tebe, surat ibu Linda SA yang diterbitkan di rubrik forum di harian Media Indonesia pada Jum’at, 19 Juli 2013 hal 9 juga berisi kritikan terhadap program acara selama Ramadhan yang menampilkan banci-banci. Menurut ibu Linda, acara selama Ramadhan, terutama menjelang sahur seperti itu, jauh dari nilai-nilai Islami.

“Saya sempat merasa miris,” tulis ibu Linda.

Salah satu kemirisan ibu Linda adalah peran kebanci-bancian. Menurutnya, ketika pemirsa menyukai peran kebanci-bancian,, hampir setiap saat televisi menampilkan pembawa acara dengan karakter seperti itu. Segala sifat dan prilaku yang jauh dari mendidik itu, menjadi tren. Dan ketika Ramadhan menjelang, banci-banci dan peran kebanci-bancian dimunculkan di televisi, terutama di program komedi.

“Saya juga sudah menegur Komisi Penyiaran Indonesia untuk menindaklanjuti program yang selalu menayangkan prilaku LGBT, banci dan bencong setiap tayangan program tersebut,” ujar Fahira Idris yang dikenal sebagai Pembina komunitas Masyarakat TV Sehat yang penulis interview via telepon siang ini.

Meski sudah menegur KPI dan KPI sudah juga menindaklanjuti dengan surat teguran, tetapi menurut Fahira memang belum terlalu terlihat perubahan yang signifikan dari tayangan komedi di televisi. Ia sampai heran, media-media ini seolah tdak peduli akan toleransi beragama, khususnya pada umat Islam yang saat ini sedang mejalankan ibadah puasa.

“LGBT itu bukan jadi ikon atau panutan umat muslim,” ujar Fahira. “Ini masalah willing dari para pemilik stasiun televisi dan para Produser program itu. Toleransi mereka bisa terlihat dari tayangan selama Ramadhan,” tambah Fahira, yang sudah mendapatkan lebih dari 5.000 surat keluhan yang dikirim ke Masyarakat TV Sehat.

Aktor senior Pong Harjatmo sebelumnya sempat protes aksi kebanci-bancian yang ditampilkan Olga. Menurutnya, seolah gaya Olga menjustifikasi kelompok gay agar tetap eksis. Aksi-aksi tersebut, tambah Pong, telah merusak moral bangsa.

Selain peran kebanci-bancian yang banyak muncul di tayangan komedi, pemimpin Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Dr. KH Noer Muhammad Iskandar SQ menilai, tayangan komedi juga cenderung vulgar, bertentangan dengan etika, dan nilai islami. Ia mencontohkan, seorang pelawak bergandengan tangan dengan orang yang bukan muhrimnya, dan ditayangkan saat umat Islam sedang menjalankan sahur.

“Ini tindakan amoral,” kata KH Noer Muhammad yang penulis kutip dari situs TribunNews.com (11/7).

Seharusnya, kata KH Noer, televisi tidak merusak suasana Ramadhan. Justru sebaliknya, televisi mendukung terciptanya kegiatan, yang mendorong pelaksanaan praktik beribadah. Lanjutnya, tidak sepantasnya televisi membuat program yang malah bertentangan nilai-nilai Ramadhan. Bebas dan vulgar, dimana semua itu ditonton masyarakat se-tanah air.

Menteri Agama Suryadharma Ali tak kalah kecewa. Mayoritas stasiun televisi hanya mengejar rating, tetapi tidak memikirkan pendidikan bagi masyarakat. Padahal, lanjutnya, Ramadhan seharusnya bisa menjadi momentum bulan pendidikan bagi masyarakat. Program-program televisi, terutama saat jelang sahur, konsepnya lebih berat ke aspek agama dibanding aspek humor.

“Mungkin inilah wajah Indonesia sebenarnya. Negeri yang lebih suka sampul muka saja, tetapi melupakan substansinya,” tambah ibu Linda dalam suratnya ke Media Indonesia.

Namun, secara ojektif ibu Linda menilai, tak semua stasiun televisi mengedepankan hiburan semata, yang jauh dari suasana islami. Masih ada stasiun televisi yang menjaga idealismenya dan mungkin tidak laku di mata pengiklan. Metro TV dan tvOne, misalnya. Dua stasiun televisi yang menjaga idealisme ini, tidak akan membiarkan idealismenya luntur hanya karena tuntutan ekonomi semata. Faktanya, meski tidak menampilkan tayangan komedi, revenue (baca: perolehan uang dari pemasukan iklan) baik Metro TV dan tvOne telah melebihi target. Terbukti, tanpa harus menampilkan peran kebanci-bancian atau mengusap tepung ke wajah, stasiun televisi bisa membuat tontonan yang menjadi tuntunan selama Ramadhan ini.


Nilai Islami dan Peran Banci dalam Acara Televisi

Judul tulisan saya ini terinspirasi dari tulisan saudara Tebe yang di-posting pada 27 Juli 2013 lalu dan sebuah surat yang dikirim oleh seorang ibu bernama Linda SA dari Surabaya. Selama Ramadhan ini, pria yang memerangkan peran perempuan banyak sekali. Mereka paki long dress, span, rok, legging, maupun wig.

“Sungguh miris saya melihatnya,” tulis Tebe, pria yang saat ini berprofesi sebagai penulis dan pengajar Writing Club di sebuah SD Islam plus. “Betapa bulan Ramadhan tahun ini diramaikan oleh perempuan jadi-jadian. Walau hanya profesionalisme pekerjaan. Tapi itu sangat memuakkan bagi saya”.

Yang memuakkan lagi, lanjut Tebe, yang berperan kebanci-bancian bukan cuma Olga Syahputra, tetapi pemain lain, seperti Denny, Wendy, Narji, Rafi Ahmad, Tara Budiman, Kiwil, dan Sapri. Para pemain yang muncul di program Sahurnya Pesbukers dan Pesbukers Ramadhan (ANTV) serta Yuk Kita Sahur (Trans TV) ini memang kerap memainkan peran sebagai banci.

“Apa karena tuntutan pekerjaan? Klise jawabannya!” ungkap Tebe lagi. “Karena biar apapun (alasannya), orang yang merubah fisiknya –yang laki-laki menjadi perempuan dan perempuan menyerupai laki-laki- akan dilaknat Tuhan. Dan rezekinya tak berkah bisa jadi haram”.

Tak beda dengan Tebe, surat ibu Linda SA yang diterbitkan di rubrik forum di harian Media Indonesia pada Jum’at, 19 Juli 2013 hal 9 juga berisi kritikan terhadap program acara selama Ramadhan yang menampilkan banci-banci. Menurut ibu Linda, acara selama Ramadhan, terutama menjelang sahur seperti itu, jauh dari nilai-nilai Islami.

“Saya sempat merasa miris,” tulis ibu Linda.

Salah satu kemirisan ibu Linda adalah peran kebanci-bancian. Menurutnya, ketika pemirsa menyukai peran kebanci-bancian,, hampir setiap saat televisi menampilkan pembawa acara dengan karakter seperti itu. Segala sifat dan prilaku yang jauh dari mendidik itu, menjadi tren. Dan ketika Ramadhan menjelang, banci-banci dan peran kebanci-bancian dimunculkan di televisi, terutama di program komedi.

“Saya juga sudah menegur Komisi Penyiaran Indonesia untuk menindaklanjuti program yang selalu menayangkan prilaku LGBT, banci dan bencong setiap tayangan program tersebut,” ujar Fahira Idris yang dikenal sebagai Pembina komunitas Masyarakat TV Sehat yang penulis interview via telepon siang ini.

Meski sudah menegur KPI dan KPI sudah juga menindaklanjuti dengan surat teguran, tetapi menurut Fahira memang belum terlalu terlihat perubahan yang signifikan dari tayangan komedi di televisi. Ia sampai heran, media-media ini seolah tdak peduli akan toleransi beragama, khususnya pada umat Islam yang saat ini sedang mejalankan ibadah puasa.

“LGBT itu bukan jadi ikon atau panutan umat muslim,” ujar Fahira. “Ini masalah willing dari para pemilik stasiun televisi dan para Produser program itu. Toleransi mereka bisa terlihat dari tayangan selama Ramadhan,” tambah Fahira, yang sudah mendapatkan lebih dari 5.000 surat keluhan yang dikirim ke Masyarakat TV Sehat.

Aktor senior Pong Harjatmo sebelumnya sempat protes aksi kebanci-bancian yang ditampilkan Olga. Menurutnya, seolah gaya Olga menjustifikasi kelompok gay agar tetap eksis. Aksi-aksi tersebut, tambah Pong, telah merusak moral bangsa.

Selain peran kebanci-bancian yang banyak muncul di tayangan komedi, pemimpin Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Dr. KH Noer Muhammad Iskandar SQ menilai, tayangan komedi juga cenderung vulgar, bertentangan dengan etika, dan nilai islami. Ia mencontohkan, seorang pelawak bergandengan tangan dengan orang yang bukan muhrimnya, dan ditayangkan saat umat Islam sedang menjalankan sahur.

“Ini tindakan amoral,” kata KH Noer Muhammad yang penulis kutip dari situs TribunNews.com (11/7).

Seharusnya, kata KH Noer, televisi tidak merusak suasana Ramadhan. Justru sebaliknya, televisi mendukung terciptanya kegiatan, yang mendorong pelaksanaan praktik beribadah. Lanjutnya, tidak sepantasnya televisi membuat program yang malah bertentangan nilai-nilai Ramadhan. Bebas dan vulgar, dimana semua itu ditonton masyarakat se-tanah air.

Menteri Agama Suryadharma Ali tak kalah kecewa. Mayoritas stasiun televisi hanya mengejar rating, tetapi tidak memikirkan pendidikan bagi masyarakat. Padahal, lanjutnya, Ramadhan seharusnya bisa menjadi momentum bulan pendidikan bagi masyarakat. Program-program televisi, terutama saat jelang sahur, konsepnya lebih berat ke aspek agama dibanding aspek humor.

“Mungkin inilah wajah Indonesia sebenarnya. Negeri yang lebih suka sampul muka saja, tetapi melupakan substansinya,” tambah ibu Linda dalam suratnya ke Media Indonesia.

Namun, secara ojektif ibu Linda menilai, tak semua stasiun televisi mengedepankan hiburan semata, yang jauh dari suasana islami. Masih ada stasiun televisi yang menjaga idealismenya dan mungkin tidak laku di mata pengiklan. Metro TV dan tvOne, misalnya. Dua stasiun televisi yang menjaga idealisme ini, tidak akan membiarkan idealismenya luntur hanya karena tuntutan ekonomi semata. Faktanya, meski tidak menampilkan tayangan komedi, revenue (baca: perolehan uang dari pemasukan iklan) baik Metro TV dan tvOne telah melebihi target. Terbukti, tanpa harus menampilkan peran kebanci-bancian atau mengusap tepung ke wajah, stasiun televisi bisa membuat tontonan yang menjadi tuntunan selama Ramadhan ini.





JAKARTA, muslimdaily.net, - Maraknya tayangan-tayangan yang tidak Islami dalam menyambut bulan Ramadhan membuat MUI menurunkan tim untuk memantau acara tersebut. Tim Pemantau Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menyatakan ada tiga program sahur yang masuk kategori konyol.

Tiga program sahur tersebut ditayangkan masing-masing televisi yang berbeda. "Tiga program sahur yang masuk kategori konyol adalah 'Yuk Kita Sahur' (Trans TV), 'Sahurnya OVJ' (Trans 7), dan 'Sahurnya Pesbukers' (ANTV)," kata Anggota Infokom MUI, Usman Yatim di Jakarta, Selasa (23/7/2013), sebagaimana dilaporkan oleh tribbunnews.com. Usman menuturkan, program 'Yuk Kita Sahur' tidak jauh beda dengan program tahun lalu 'Waktunya Kita Sahur'. Konten yang ditampilkan tidak terkait nuansa ramadan. Pesannya hanya mengajak penonton tidak mengantuk.

"Isinya mulai gelak tawa, saling ledek, omelan, pertengkaran, sindirian, tudingan dengan kata-kata bernada negatif, memasukkan makanan ke mulut sampai melemparkan tepung ke wajah," ujarnya.
Usman mengatakan, untuk program Sahurnya OVJ problemnya sama dengan berbagai acara komedi lainnya. Usman mencontohkan, pada edisi 17 Juli 2013 Sule menumpahkan sepiring tepung ke muka Bopak, itu 'adegan tetap' tiap tayang. Lalu pada segmen selanjutnya, Andre memelesetkan kalimat Tukul Arwana yang harusnya 'Kembali ke Laptop' menjadi 'Kembali ke Tanktop'.

"Semua aksi konyol OVJ ini tidak berbeda dengan tayangan di luar ramadan. Tempelan 'sahur' pada nama program tidak memperlihatkan pengaruh perbaikan," katanya.

Lebih jauh Usman menjelaskan, mirip dengan komedi di Trans TV dan Trans 7, catatan serius di ANTV tidak memperlihatkan itikad baik membenahi diri. Program 'Sahurnya Pesbukers' ada adegan tak pantas dalam konteks ramadan.

"Adegan tersebut adalah ketika Daus Mini saling rayu dengan Kartika Putri, lalu Daus Mini diangkat dan digendong Kartika," pungkasnya.

sumber :
http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/07/27/nilai-islami-dan-peran-banci-dalam-acara-televisi-579334.html
http://www.masuk-islam.com/kpi-acara-komedi-sahur-tidak-ada-edukasinya-sekali.html
http://ryndumaulida.com/acara-sahur-dan-berbuka-yang-kurang-islami/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar