Halaman

Rabu, 14 Agustus 2013

MAQOM SEORANG HAMBA DI DUNIA

“Kehendakmu untuk menggapai maqom tajrid padahal kehendak Allah SWT mendudukkanmu di maqom asbab adalah merupakan kehendak syahwat yang halus. Dan kehendakmu untuk menduduki maqom asbab padahal Allah SWT mendudukkanmu di maqom tajrid, berarti engkau telah turun dari tingkat derajat yang tinggi”.

Maqom hidup manusia di dunia yang pertama adalah tajrid dan yang kedua adalah asbab. Yang dimaksud maqom tajrid adalah kondisi hidup atau kedudukan manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia, di mana dengan maqom itu sumber rizkinya dimudahkan oleh Allah SWT. Sumber rizki tersebut didatangkan dengan tanpa harus dicari dan diikhtiari. Meskipun datangnya melalui sebab-sebab, namun sebab-sebab sumber rizki itupun merupakan hal yang didatangkan dengan mudah.

Sebagaimana contoh kehidupan para Ulama suci lagi mulia, yang setiap hari aktifitas hidupnya hanya mengurus santri, jama’ah dan masyarakatnya, sehingga tidak kebagian waktu untuk memikirkan sumber rizki secara lahir. Namun ternyata kebutuhan hidupnya mendapatkan kecukupan. Bahkan terkadang melebihi kecukupan hidup orang-orang yang setiap hari sibuk mencari nafkah. Dengan maqom tajrid itu, seorang hamba Allah yang ‘arifin hanya membaca sebab-sebab yang datang, kemudian menindaklanjutinya dengan amal (ikhtiar).

Adapun maqom asbab, dimana rizki seseorang tidak didatangkan kecuali melalui sebab-sebab yang diusahakan dan diikhtiari sendiri. Mereka tidak mendapatkan sumber kehidupan kecuali dari jalan ikhtiar yang dilakukan. Oleh karenanya mereka harus berikhtiar dan berusaha. Mencari dan menciptakan peluang supaya terbuka baginya sebab-sebab untuk mendapatkan kecukupan hidup. Setelah sebab-sebab itu terbangun baru ditindaklanjuti dangan amal dan usaha. Seperti itulah keadaan yang dialami kebanyakan manusia pada umumnya.

Oleh karena itu, sejak awal hidupnya seseorang yang menduduki maqom asbab itu harus mampu menciptakan sebab-sebab itu. Sejak mencari ilmu pengetahuan di bangku sekolah, melamar pekerjaan dan menciptakan sumber-sumber penghasilan. Setelah itu mereka harus menindaklanjuti lagi dengan usaha sampai mendapatkan apa-apa yang diharapkan.

Apabila kedua maqom hidup tersebut dikaitkan “usaha dan tawakkal”, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam sebuah firman-Nya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad (ber’azam), maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali Imran; 159). Maka orang yang melaksanakan maqom tajrid adalah orang yang bertawakkal terlebih dahulu baru berusaha, sedangkan maqom asbab harus ber-azam terlebih dahulu untuk menciptakan sebab-sebab baru setelah itu bertawakkal.

Jangan Ingin Pindah Dari Satu Maqom Ke Maqom Yang Lain

Asy-Syekh Ibnu Ath-Tho’illah RA berkata: “Kehendakmu untuk menggapai maqom tajrid padahal kehendak Allah mendudukkanmu di maqom asbab adalah merupakan kehendak syahwat yang halus. Dan kehendakmu untuk menduduki maqom asbab padahal kehendak Allah mendudukkanmu di maqom tajrid, berarti engkau telah turun dari tingkat derajat yang tinggi”.

Maqom tajrid, sungguhpun merupakan maqom mulia, sebagai karunia besar yang dianugerahkan Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya, namun demikian, selama pemiliknya masih hidup di dunia, baik dari yang berkaitan dengan urusan ukhrawi maupun duniawi, keadaan orang tersebut akan mengalami pasang surut sebagaimana sifat kehidupan dunia pada umumnya. Ketika tajridnya sedang naik, maka berarti rizki orang tajrid itupun akan ikut naik. Rizki itu didatangkan seperti air laut yang sedang pasang. Sumbernya memancar terus-menerus seakan tidak bisa putus lagi. Namun ketika tajridnya sedang turun, mereka terkadang mengalami kekeringan yang amat sangat. Seperti musim kemarau panjang yang seakan tidak dapat hujan lagi. Keadaan seperti ini bagi seorang tajrid merupakan bentuk ujian yang sangat berat.

Betapa tidak, ketika seorang tajrid harus menghadapi desakan kebutuhan realita yang tidak terelakkan. Harus memenuhi tuntutan hidup sebagai seorang kepala rumah tangga misalnya. Menghadapi kesulitan hidup yang dialami anak-anak dan istri yang terkadang bahkan dihadapkan pada masalah yang berat. Anaknya sedang sakit keras misalnya, padahal sedikitpun dia tidak dapat berusaha untuk membawa anaknya itu ke rumah sakit karena saat itu sedang tidak tersedia sarana dan dana. Dalam keadaan seperti itu, konsekwensi seorang tajrid tetap tidak boleh mengusahakan sebab yang dapat melepaskan dirinya dari kesulitan tersebut namun tetap harus menunggu, meski dihadapkan dengan kematian anaknya misalnya.

Seandainya dia masih menduduki maqom asbab seperti dahulu, barangkali dia masih dapat berusaha, walau hanya untuk mendapatkan pinjaman dari tetangga misalnya. Akan tetapi di maqom tajrid tidaklah demikian. Ketika sebab yang pertama tidak berada di tangan, datangnya sebab itu tidak boleh diharapkan dari makhluk. Apabila hal tersebut dilakukam berarti akan menurunkannya pada derajat maqom asbab.

Seorang maqom tajrid hanya dapat menunggu kepastian yang akan terjadi. Apapun kejadiannya, yang demikian itu lebih baik baginya daripada harus menyandarkan harapan mendapat pertolongan dari makhluk. Untuk itu, dalam keadaan yang bagaimanapun seorang tajrid harus mampu memilih mana yang boleh diusahakan dan mana yang tidak.

Jika dikarenakan menghadapi ujian seperti itu lantas mereka ingin kembali turun ke maqom asbab, berarti mereka telah turun dari cita-cita yang tinggi. Apabila seorang tajrid mampu menjalani ujian itu dengan sempurna. Mereka mampu melewatinya dengan hati yang selamat dan tawakkal. Setelah melewati titik kulminasi yang sudah ditetapkan, Allah akan merubah kesusahan tersebut menjadi kegembiraan yang besar.



tingkatan maqom fana' fillah

KARAKTER & TAHAPAN DALAM MAQAM FANA
TAHAPAN-TAHAPAN MENUJU MAQAM FANA’

Fana Dalam bahasa jawa berarti sepi, sunyi. Sementara fana dalam diri seseorang berarti besrihnya hati dari segala bentuk-bentuk keterkaitan, kebergantungan kepada selain Allah Swt. Orang-orang yang ada dalam maqamatil fana (kedudukan fana), mereka menuju kepada Allah Swt., tidak terkait, terpaut, kepada bentuk apapun. Bahkan pada kelebihan-kelebihan yang diberikan pada dirinya oleh Allah Swt., seperti inkisyaf, terbuka dan dapat mengetahui segala sesuatu. Dalam bahasa jawa inkisyaf itu adalah weruh sajeroning winara, mengetahui apa yang akan terjadi.

Tapi sebetulnya mengetahui sesuatu yang akan terjadi itu bukan bentuk kekasyafan yang hakiki, yang sebenarnya. Karena hakikat al kasyfi, hakikat dari weruh sajeroning winara tujuannya adalah untuk memebenarkan apa yang dibenarkan oleh syariat. Sehingga orang-orang yang dibuka penghalang hatinya (hijab) atau mendapatkan kekasyafan dapat melihat syariah bukan hanya kulitnya saja.

Ibarat melihat lautan sampai kedasar lautan, tidak sebatas melihat permukaannya saja. Sehingga mengetahui mutiara-mutiara yang terpendam didasarnya. Itulah sesungguhnya kekasyafan, bukan untuk menebak atau membuka rahasia orang. Justru orang yang bibuka hijab oleh Allah Swt, akan menutupi kekasyafannya. Karena dengan dibuka hijabnya sehingga mereka bisa mengetahui aib, kekurangan dirinya sendiri yang menjadi penghalang-penghalang menuju Allah Swt. Dengan bersihnya hati, mereka dapat menerobos, menembus rahasia-rahasia Allah Swt. yang hanya diketahui orang tertentu.

Gambaran kekasyafan atau dibukanya hijab, seumpama dokter, dengan alat-alat canggih yang dimilikinya dapat mengetahui penyakit-penyakit yang tidak bisa dilihat oleh mata dan tidak diketahui dengan panca indra. Barangkali dapat dikatakan saat ini ilmu pengetahuan telah membuka inkisyaf secara saint. Seperti sinar X yang ditemukan tokoh-tokoh ilmuan bisa mengetahui sesuatu yang tersembunyi. Dengan bantuan sinar X seorang dokter dapat mengetahui penyakit yang tidak tampak, seperti benjolan-benjolan dalam tubuh yang tidak pada tempatnya. Benjolan penyakit yang tidak tampak pada permukaan kulit.

Demikian juga cairan-cairan dalam kepala bisa dilihat dengan bantuan sinar X. Itu baru ilmu yang secara lahir diberikan kepada manusia. Ilmu yang secara umum bisa dipelajari di bangku sekolah. Tapi sinar X yang diberikan pada orang yang makrifatnya kuat, yang telah dibuka hijabnya, tidak sebatas itu. Lebih jauh pandangannya. Karena mereka telah menggapai mutiara-mutiara yang ada dalam syariat Allah Jala Wa’ala yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Maka dengan ketajaman makrifatnya yang luar biasa, bukan suatu hal yang mustahil dapat mengetahui yang tidak tampak bagi keumuman orang.

Dengan sinar X saja seseorang bisa mengatahui tengkorak dan tulang manusia. Yang ganteng, yang cantik kalau direntogen yang terlihat bukan cantiknya lagi atau ganteng lagi, yang terlihat tengkoraknya dan tulangnya. Begitu pula ilmu kasyfi, bilamana orang sudah dibuka hijabnya oleh Allah Swt. akan bisa melihat tulang-tulang yang ada dalam diri manusia. Cuma berbentuknya lain, apa? Yang meninggalkan shalat, yang berbuat maksiat, kelihatan sekali bentuknya tidak lagi membentuk kegantengan atau kecantikannya, yang kelihatan tulang belulangnya, Cuma dalam bentuk yang lain. Kalu kita bertanya, apa manusia bisa seperti itu? Kalau memandang manusianya tidak mungkin bisa, tapi kalau Allah Taala menghendaki dan memberinya, tidak ada yang mustahil.

Jangankan seorang mukmin, para pembesar tokoh agama dijaman Firaun, mereka tidak beriman, mereka bisa mengetahui akan lahir seorang nabi yang akan melawan Firaun. Karena takutnya, Firaun membunuh setiap anak yang lahir. Mengapa Firaun melakukan hal itu? Karena dia mempercayai apa yang dikatakan oleh tokoh dalam agamanya. Dan terbukti itu benar, dengan lahirnya nabi Musa as. Demikian di jelaskan dalam al Quran. Nah orang seperti itu saja bisa diberi keanaehan, kelebihan oleh Allah Swt, apalagi orang yang beriman, yang menyebut ‘lâilâha illallah’.

Orang yang hatinya dihiasi oleh ‘lâilâha illallah’, orang yang hatinya disinari oleh ‘lâilâha illallah’, orang yang dalam hatinya terukir kata ‘lâilâha illallah’. Cahayanya menerangi matanya, bisa menerangi mulutnya, bisa menerangi lidahnya, bisa menerangi perilakunya. Sehingga seluruh anggota tubuhnya bisa dikendalikan. Karena apa? karena ukiran ‘lâilâha illallah’.
Sehingga hatinya selalu kembali kepada Allah Swt. Malu rasanya kalau kita duduk berbicara hal-hal yang tidak bermanfaat, Malu rasanya kalau kita duduk membuka aibnya orang, malu rasanya kita mempercayai omongan orang yang menjelek-jelekan orang lain.
Itu semua tidak akan terjadi pada orang yang dalam hatinya telah terukir ‘lâilâha illallah’.

Ketika dia sujud mengucapkan: ‘subhâna rabiya al a’la wabihamdih’, maha suci tuhanku, dan segala puji baginya, bukan hanya sekedar sarat dalam shalat, atau karena itu peraturan shalat. Bacaan-bacaan itu diucapkan dengan pengagungan dan pengakuan yang sebenar-benarnya. kata-kata itu di ucapkan dengan betul-betul. Dirinya hilang (fana), sehingga mereka tidak pernah mengatakan siapa saya, saya si A, saya, si B, saya bisa ini, saya bisa itu, tidak. Dirinya hilang, yang ada adalah Allah Swt.

Dalam kesehariannya mereka dapat membawa buahnya ruku, buahnya sujud, buahnya fatihah, sehabis shalat yang dilakukannya. Itulah diantaranya yang dimaksud dengan fana.

 

KARAKTER MUKMIN DALAM MAQAM FANA
Orang yang sampai pada maqam fana adalah orang yang berhasil membawa nilai-nilai shalat dalam seluruh aspek hidupnya. Ketika dia mengucapkan kata ‘ihdina shirata al mustaqim’ dalam shalat, bukan hanya untuk dirinya, tapi mendoakan orang lain, untuk semuanya. Bahkan menganggap yang didoakan lebih baik daripada dirinya.

Itulah orang yang mendapat berkah as sujud. Dimana digambarkan secara jelas dalam surat Fatah ayat 29: “Muhammad Rasulullah walladzina maahu assyida’u ala al Kuffar, ruhama’u bainahum, tarâhum rukkaan, sujjadan, yabtaghuna fadzla minallah waridhwana, simahum fi wujuhihim min atsari sujud”, Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Mukanya bercahaya, buktinya apa? Wajahnya selalu tersenyum. Seperti Rasulullah Saw. ketika menghadapi bermacam-macam umat, wajah beliau selalu berseri-seri. Selalu paling dahulu mengucapkan salam.

Nah, orang yang dibuka hijabnya oleh Allah Swt. akan membawa nilai-nilai itu (baca:shalat, puasa dll) dalam kesehariannya. Dia semakin takut pada Allah, tidak berani membuka aib siapapun. Saya memberi contoh dengan kisah Hasan al Bashri, menurut satu pendapat Sufyan Tsauri. Ketika Rabi’ah Adawiyah seorang wali wanita dilamar oleh Hasan al Bashri. Rabi’ah Adawiah mengatakan : ‘saya terima lamaran Anda kalau Anda bisa menjawab pertanyaan saya’. Apa pertanyaannya? Anda tahu tidak nanti saya kalau mati husnul khatimah atau suul khatimah? Yang bertanya wali wanita, yang ditanya pembesar para wali.

Apa jawaban Hasan Bashri? Beliau diam tidak menjawab, padahal beliau diberi tahu oleh Allah Swt.; mengetahui kalau Rabi’ah Adawiah akan husnul khatimah. Lebih baik tidak mendapatkan Rabi’ah Adawiah daripada suul adab, tidak sopan pada Allah Swt. Tidak seperti sekarang, murah ramalan; awas akan terjadi ini, akan terjadi itu. Para wali tidak begitu, mereka takut sama Allah Swt. Para wali Allah yang sudah sampai pada maqamat al fana tidak tergiur dengan yang demikian.

Dijaman Maulana Khalid al Mujadid para pelaku thariqah oleh Allah Swt. diberi karamah yang aneh-aneh; bisa terbang, bisa berjalan diatas air, besi ditekuk lemes. Sehingga banyak para pelaku thariqah yang hatinya terkait dengan hal yang demikian, akhirnya tidak bisa sampai (wusul) pada Allah Swt. Maka sewaktu Maulana Khalid memohon pada Allah Swt. supaya semua itu dihilangkan; yang terbang, jatuh; yang berjlan diatas air, tenggelam. Akhirnya setelah itu para pelaku thariqah kembali pada Allah Swt., tujuan para pelaku thariqat pada waktu itu lurus kembali.

Banyak orang salah paham; bisa melemaskan besi; thariqat, bisa bercakap-cakap sama orang yang ada dikubur; thariqat, bisa berjalan diatas air; thariqat. Thariqat itu bukan seperti itu. Thariqat itu membingbing setiap individu manusia dalam meningkatkan sisi kehambaannya di sisi Allah Swt., kesadarannya sebagai hamba Allah Swt. Itu tujuan thariqat.

Masuk thariqat supaya diangkat jadi wali; supaya bisa inkisyaf, bukan untuk itu. Tapi thariqat untuk menjalankan apa yang ada dalam ihsan :’beribdahlah pada Allah seolah engkau dapat melihatNya. Jika tidak bisa, beribdahlah karena engkau dilihat Allah’ (HR: Al Bukhari 26. Muslim 93. Abu Dawud 4695. At Tirmidzi 2610. An Nasa’I 5005. Ibnu Majah 63. Ahmad jilid I, hal 28. Ibnu Hiban 168).

Kalau kita sampai atau sudah mendekati maqam fana, hati itu bersih. Tidak akan seujung rambutpun berbuat kesyirikan. Dan bagaimana kita akan mengerti kesyirikan kalau hati kita banyak lupa pada Allah Swt., hatinya banyak lalai pada Allah Swt, hatinya lebih terkait pada selain Allah Swt. Thariqat itu untuk membersihkan hati kita, untuk membersihkan keterkaitan-keterkaitan itu. Keterkaitan atau ketergantungan hati pada selain Allah banyak sekli contohnya. Seperti juga keyakinan kita pada ikhtiar; usaha untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang syar’i.

Betul ikhtiar wajib. Tapi ikhtiar bukan satu upaya untuk memponis pasti berhasil. Karena ikhtiar bukan Tuhan. Sejatinya ikhtiar untuk menambah ketaatan kita pada Allah, menambah ibadah kita pada Allah. Itulah ikhtiar. Kalau tidak ikhtiar darimana punya uang, mau makan dari mana kalau tidak ikhtiar, tidak boleh kita berkata dan berkeyakinan seperti itu.

Masalah rijki itu urusan Allah Swt., mau didatangkan melalui ikhtiar atau tidak yang penting kita melakukan ikhtiar, karena diperintahkan oleh Allah Swt. Jangan punya keyakinan; kalau tidak ikhtiar akan mati, karena ikhtiar bukan Tuhan. Mau diberi atau tidak, itu urusan Allah. Ikhtiar hakikatnya untuk menambah ibadah. Seperti kita salat berjamaah, kita berjalan menuju masjid. Berjalan menuju masjid adalah ikhtiar.

Inilah diantaranya yang kita maksud; harus membersihkan hati dari keterkaitan-keterkaitan pada selain Allah Swt.




 
7 Titik Latifatul (7 Maqom Muslim)

Dzikir Latifatul Qalby ( Maqam Tingkat 1 )

Maqam ini adalah maqam dasar dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang di bai’at dalam mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah di bai’at maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah Swt di sandarkan terlebih dahulu dengan makna adalah pembersihan rohani secara bertahap – tahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.

Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah Swt adalah dzat yang Maha Suci.

Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran – kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.

Sifat buruk pada bathin manusia ini adalah yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, dan pada diri bathin manusia para iblis dan syetan ini mempunyai layaknya rumah – rumah atau istana – istana seperti layaknya manusia di muka bumi ini yang kelihatan dengan nyata, contohnya si anu tinggal di jalan ini nomor sekian kecamatan ini dan kabupaten itu, nah begitu juga para syetan pada diri manusia, mereka menempati pada bathin manusia untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan, baik itu mereka secara berkelompok maupun secara sendiri – sendiri, tetapi mereka ini menempati tempat pada bathin manusia tersebut sesuai dengan tugasnya dan tertentu pula alamatnya, artinya jika syetan yang bertugas di bidang menghasut akan manusia berupa sifat tamak atau loba, tentu tidak serumah atau setempat tinggal dengan syetan yang tugasnya untuk sifat lalai dan takbur.

Berdasarkan hal inilah maka setiap seseorang hamba yang belajar dzikir Naqsyabandi, maka terlebih dahulu di suruh memerangi beberapa sifat buruk pada bathin sesuai dengan tingkatannya melalui ucapan Allah…Allah…Allah…pada tiap tempat rumah atau istana syetan tersebut dalam dirinya, dengan harapan para iblis dan syetan dapat tunggang langgang lari terbirit – birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar akan menuju dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta dapat mengenalnya.

Dalam hal seseorang hamba jika ingin mendekatkan diri serta menuju kepada Allah Swt, maka dalam ajaran Thariqat An-Naqsyabandi di bagi terlebih dahulu beberapa maqam dasarnya untuk di bersihkan sifat buruk pada rohaninya sebagai berikut :

Maqam dasar dari cara berdzikirnya seorang hamba adalah di sebut dengan LATIFATUL QALBIYdengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :

Maqam ini berhubungan dengan jantung jasmani secara zahir, dan letaknya adalah kira – kira dua jari di bawah susu sebelah yang kiri, banyak dzikir di daerah maqam ini sekurang – kurangnya 5000x dalam sehari semalam dan di lakukan secara terus menerus (istiqamah), menurut kajiannya ini adalah wilayahnya Nabi Adam As, yang bercahaya kuning secara ghaib, serta berasal dari tanah, angin dan api.

Pada wilayah inilah menurut ajaran Naqsyabandi tempat atau istananya iblis dan syetan yang mempunyai tugas untuk menyisipkan dan menghasut akan sifat buruk pada manusia, yakni ;
  1. hawa nafsu;
  2. Sifat Syetan;
  3. dan Dunia.

Jadi sifat buruk inilah lebih dahulu di obati dengan dzikrullah, jika seseorang hamba selalu melazimkan dzikir pada wilayah ini, maka hilanglah sifat buruk tersebut daripadanya dan paling tidak berkurang, jadi sifat yang buruk pada wilayah ini jika di dzikirkan terus menerus secara ikhlas (karena Allah Swt), maka dapatlah menjelma, menjadi atau masuklah sifat yang baik dan berakhlak, yaitu ;
  • Iman;
  • Islam;
  • Tauhid;
  • dan Ma’rifat.

Inilah hal paling dasar yang sangat perlu untuk membentuk kepribadian akhlak yang baik pada manusia dan untuk mendidiknya agar selalu beribadah kepada Allah Swt, maqam ini adalah merupakan sentral yang vital daripada ruhaniah manusia, dan harus terlebih dahulu di benahi, wilayah ini merupakan induk dari maqam – maqam selanjutnya untuk menuju kepada Allah Swt.

Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat hawa nafsu akan dunia dan selalu mengikut akan petunjuk syetan yang buruk ini akan menjauhkan hamba tersebut dari tuhannya.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah Swt terbukalah rahasia gaib alam jabarud dan alam malakud dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Adam As.

Puncak hasilnya pada dzikir ini jika memang telah bersih penyakit buruk tersebut adalah fana pada Af’al Allah Swt, artinya menyadari akan segala sesuatu di dunia ini adalah perbuatan Allah Swt, perasaan ini di sertai dengan munculnya rasa akan mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari untuk kelak akan mengakui daripada kebenaran Allah Swt itu adalah satu (tauhid), ini adalah tahap awal seseorang hamba untuk mengetahui arti daripada apa itu yang di namakan dengan Tauhid.

Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya, sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan terlihat hanyalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran jasmani tidak berjalan lagi, kecuali akal dan pikiran bathin, sebab akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah Swt.

Mati Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  • Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah Swt secara keseluruhan;
  • Mengingat zat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah Swt pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  • Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  • Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepadaNya;
  • Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah Swt melalui keutamaan ulama – ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati – hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  • Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  • Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepadaNya;
  • Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati – hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah Swt yang telah mengaruniakan hidayahNya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah Swt kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah Swt lah yang di dapat;
  • Munajat kepada Allah Swt, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  • Membaca zikir kepada Allah Swt, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak – banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.

Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  • Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah Swt yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang – kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah Swt, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah Swt secara af’al (perbuatan);
  • Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  • Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah Swt dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati – hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah – lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah Swt, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  • Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah Swt atas karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepadaNya.

Demikianlah keterangan awal dari pada ajaran maqam dasar kajian tasawwuf Thariqat An-Naqsyabandi, selanjutnya akan kami uraikan maqam pembersihan sifat buruk bathin tingkat kedua kepada saudara – saudara semua sepanjang yang telah sampai kepada kami dan di ijazahkan kepada kami oleh tuan guru mursyid kami yaitu TUAN SYEIKH SULAIMAN IDRIS RAMBAH, tunggu postingan selanjutnyaURAIAN LATHIFATUL Ruh


Dzikir Latifatul Ruh Tingkat 2
Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah Swt adalah dzat yang Maha Suci.

Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran – kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.

Sifat buruk pada bathin manusia ini di wilayah ini adalah tamak, rakus dan bakhil yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, pada diri bathin manusia para iblis dan syetan pada bidang penyakit ini rumah atau istana pada rabu jasmani manusia, untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang tamak, rakus dan bakhil, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syetan dapat tunggang langgang lari terbirit – birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar kedua menuju dan mendekatkan diri kepada Allah Swt serta dapat mengenalnya.Maqam kedua dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL RUH dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :

Maqam ini berhubungan dengan rabu pada jasmani dengan posisi maqamnya adalah dua jari di bawah susu sebelah kanan tubuh jasmani atau zahir, pada maqam ini menurut ketentuan jumlah dzikirnya sekurang – kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam, maqam ini secara bathiniahnya pada manusia adalah wilayahnya dzikir Nabi Ibrahim As dan bercahaya merah secara ghaib, dan maqam ini berasal dari api.

Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah (Buruk) pada bathin manusia adalah :
  • Tamak;
  • Rakus;
  • Bakhil.

Jadi jika seorang hamba ingin dekat kepada Allah Swt, maka haruslah menghilangkan sifat buruk ini, jika secara terus menerus dan ikhlas dzikirnya pada maqam ini, maka masuklah dan berganti dengan sifat madzmudah (baik), yaitu :

Khana’ah dalam arti kata memadai ianya akan apa ada adanya yang telah di tentukan oleh Allah Swt akan dirinya di dunia ini.

Sifat buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat yang tidak di sukai oleh Allah Swt dan RasulNya, sifat bathiniah yang buruk seperti ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya, jadi dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di atas adalah dapat berganti sifat yang di sukai Allah Swt dan RasulNya, seperti merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan oleh Allah Swt, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui dzikir kepada Allah Swt dengan seperti cara yang di ajarkan oleh ajaran Thariqat An- Naqsyabandi.

Hasil puncaknya pada dzikir ini adalah merasakan maqam fanafil ‘asma dan mati ma’nawi, artinya semua sifat keinsanan manusia telah lebur dan lenyap dan di ganti oleh sifat ketuhanan yang biasa di sandarkan kepada manusia, artinya fana dan menyadari akan sifat – sifat kebaikan Allah Swt, seperti sifat sayang, kasih, pemaaf dan lain sebagainya yang baik, hal ini ada pada manusia yang beriman dan di namakan dengan sifat fanafii’asma (fana akan nama Allah Swt).

Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah Swt, merasakan akan mati ma’nawi, ini artinya pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt jika ikhlas dzikirnya.

Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat loba, tamak, rakus dan bakhil ini selalu mengikut akan petunjuk atau bisikan dan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada pada iblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah Swt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Ibrahim As, sebab dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah Swt. Mati ma’nawi juga merupakan lompatan dari pintu fana yang kedua, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  • Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah Swt secara keseluruhan;
  • Mengingat zat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah Swt pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  • Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  • Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepadaNya;
  • Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah Swt melalui keutamaan ulama – ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati – hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  • Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  • Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepadaNya;
  • Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati – hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah Swt yang telah mengaruniakan hidayahNya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah Swt kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah Swt lah yang di dapat;
  • Munajat kepada Allah Swt, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  • Membaca zikir kepada Allah Swt, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak – banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah Swt yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.

Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  • Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah Swt yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang – kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah Swt, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah Swt secara af’al (perbuatan);
  • Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  • Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah Swt dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati – hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah – lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah Swt, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  • Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar – besarnya kepada Allah Swt atas karuniaNya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepadaNya.

Demikianlah keterangan awal dari pada ajaran maqam dasar kajian tasawwuf Thariqat An-Naqsyabandi, selanjutnya akan kami uraikan maqam pembersihan sifat buruk bathin tingkat kedua kepada saudara – saudara semua sepanjang yang telah sampai kepada kami dan di ijazahkan kepada kami oleh tuan guru mursyid kami yaitu TUAN SYEIKH SULAIMAN IDRIS RAMBAH, tunggu postingan selanjutnyaURAIAN LATHIFATUL sirri


Dzikir Latifatul Sirri Tingkat 3
kelanjutan dari postingan dzikir latifatul ruh tingkat 2 yaitu dzikir latifatur sirri
Maqam ketiga dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL SIRRI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut :

Maqam ini berhubungan dengan hati pada jasmani manusia, kira – kira dua jari di atas susu kiri, jumlah dzikirnya dalam sehari semalam sekurang – kurangnya 1000 kali di lakukan secara rutin dan istiqamah, ini adalah wilayahnya Nabi Musa Klh, bercahaya putih dan asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada manusia di jurusan :
  • Pemarah,
  • Pembengis,
  • Mudah emosi tinggi,
  • Penaik darah dan,
  • Pendendam.

Jadi sudah seharusnya kita berdzikir di tempat ini untuk menghilangkan sifat buruk tersebut dari bathin kita, nah, jika ikhlas dzikirnya pada tempat ini maka akan bergantilah sifat buruk tadi menjadi sifat yang terpuji, seperti :
  • Pengasih,
  • Penyayang,
  • Baik budi pekerti (akhlak yang mulia).

Sifat buruk ini di katakan sama seperti sifat binatang buas yang suka berbuat onar, kekejaman, penganiayaan, penindasan, permusuhan dan pendzaliman sesama, dan penebar fitnah, sebagai madzmudahnya (baik) adalah manakala lenyap sifat buruk di atas akan berganti dengan sifat keinsanan yang mendekati kepada kesempurnaan akhlak, terutama sifat rahman dan rahim, ini di katakan adalah sunnah dan thariqatnya Nabi Musa Klh.

Puncak hasil daripada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah (fana akan sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakul yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah Swt akan perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah Swt, nur asma Allah Swt, nur zat Allah Swt dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah Swt, di mana Allah Swt memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki.
postingan selanjutnya URAIAN LATHIFATUL KHAFI…



Dzikir Titik Latifah Makom Yang ke 4

Kelanjutan dari titik latifah yg ke 3 maka kami akan melanjutkan ke Maqam keempat dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL KHAFI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam ini berhubungan dengan limpa jasmani manusiadengan daerah kira – kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang – kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air. Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti : 1. Busuk hati, 2. Munafik, dengan kandungan sifat nya yaitu; pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya. Nah, jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, yaitu :
1. Ridha,
2. Syukur,
3. Sabar, dan
4. Tawakkal.

Madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syetaniah yang menimbulkan was – was, cemburu, dusta dan sebagainya dan yang sejenis, mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As. Puncaknya adalah fana fissifatissalbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana, dan yang tinggal hanyalah sifat ketuhanan yang qadim azali, pada tingkat ini tanjakan bathin seseorang yang berdzikir telah mencapai tingkat yang tinggi, yaitu mulaimengenal akan ma’rifat, pada tingkat ini orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata zahir, tidak pernah di dengar telinga zahir dan tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa disifati oleh sifat manusia, kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah Swt dengan seperti pada jalan tersebut di atas. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syetan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada pada iblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hambabetul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya AllahSwt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Isa As, sebab hanya dengan akal dan pikiranbathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yangmerupakan nur illahi terbit darihati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah(hadir) bersama Allah Swt.

Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt…. Selanjutnya akan kami posting titik latif4h yg ke 5.

Titik Lathifah 5 Yaitu Lathifah Akhfa


Setelah titik latifah ke 4 maka kita posting ke Maqam kelima dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL AKHFA dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Berhubungan dengan empedu jasmani dengan letak kira – kira di tengah dada, dzikirnya sekurang – kurangnya dalam sehari semalam adalah 1000 kali, ini merupakan wilayahnyaNabi Muhammad Saw dan bercahaya hijau serta berasal dari tanah, tempat sifat :
1. Takbur,
2. Ria,
3. Ujub,
4. Suma’ah.

Sifat buruk ini harus kita hilangkan dengan berdzikir pada maqam ini agar dapat berganti dengan sifat :
1. Tawadduk,
2. Ikhlas,
3. Sabar,
4. Tawakkal.

Sifat segala keakuan seperti sombong, takbur, ria, loba, ujub dan tamak serta bersikap akulah yang terpandai, akulah yang terkaya, akulah yang tergagah, tercantik dan lain sebagainya, maqam ini juga di katakan dengan sifat rububiyah atau rabbaniyah dan hanya pantas bagi Allah Swt, sebab dialah yang pada hakikatnya yang memiliki, mengatur alam semesta ini, sifat baik pada maqam ini di dapatkan jika berdzikir denganikhlas adalah khusyu’, tawadduk, tawakkal dan ikhlas sebenar ikhlas, selalu tafakkur akan keagungan Allah Swt dan ini di katakan dengan sunnahnya dan thariqat dzikirnya Nabi Muhammad Saw, hasil puncaknya adalah fana fidzzat, almuhallakah.

Puncak hasil daripada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah (fana akan sifat yang baik) danmati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakut yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah Swt akan perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah Swt, nur asma Allah Swt, nur zat Allah Swt dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah Swt, di mana Allah Swt memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki.

Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dariAllah Swt, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt jika ikhlas dzikirnya. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syetan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada pada iblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hambabetul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya AllahSwt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiranbathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yangmerupakan nur illahi terbit darihati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah(hadir) bersama Allah Swt. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt. Selanjutnya ke titik latifah ke 6


Dzikir Ke 6 Yaitu Maqom Lathifatul Nafsun Natiqoh
Setelah posting sebelumnya adalah maqom ke 5 maka akan saya lanjutkan ke Maqam keenam dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL NAFSUN NATIKAH dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut :

Maqam ini berhubungan dengan otak jasmani pada manusia dengan wilayah terletak di tengah – tengah dahi, berdzikir pada maqam inidalam sehari semalam adalah sekurang – kurangnya sebanyak 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Nuh As dan bercahaya biru serta tempat sifat buruk pada manusia yaitukhayal dan angan – angan, oleh karena itu kikislah sifat tersebut dengan berdzikir secara ikhlas pada tempat ini, agar berganti dengan sifat muthma’innah, yaitu sifat dan nafsu yang tenang.

Buruknya pada tempat ini adalah selalu panjang angan – angan, banyak khayal dan selalu merencanakan selalu yang jahat untuk memuaskan hawa dan nafsu, sifat baiknya adalah nafsu muthma’innah yaitu sifat yang sakinah, aman,tenteram serta berpikiran yangtenang, ini di katakan dengan sunnah thariqatnya Nabi Nuh As, puncaknya adalah mati hissi. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syetan yang lebih menjurus kepada keduniaan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada padaiblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hambabetul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya AllahSwt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiranbathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yangmerupakan nur illahi terbit darihati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah(hadir) bersama Allah Swt.

Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt.. Posting selanjutnya..ke makom ke 7..


Tempat Titik Yang ke 7 Adalah Latifatul Kullu Jasad
Setelah maqom yg ke 6 maka kita lanjutkan ke Maqam 7 dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL KULLU JASAD dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam ini berhubungan dengan seluruh badan atau jasad zahir, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang – kurangnya 11.000 kali, ini adalah tempatnya sifat buruk manusia, yaitu :
1. Jahil
2. lalai

Seseorang yang dzikirnya ikhlas pada tempat ini dapat menimbulkan :
1. Ilmu
2. amal yang di ridhai oleh Allah Swt.

Dzikir ini di sebut juga dengan dzikir sultan aulia Allah Swt, artinya raja sekalian dzikir dan di jalankan melalui seluruh badan, tulang belulang, kulit, urat dan daging di luar maupun di dalam, di tempat inidzikir Allah…Allah…Allah pada penjuru anggota badan beserta ruas dari ujung rambutsampai ujung kaki hingga tembus keluar yakni bulu roma pada sekujur tubuh atau badan, agar dapat menghilangkan sifat malas danlalai dalam beribadah kepada Allah Swt.

Untuk menghantam seluruh sifat malas dan lalai tersebut haruslah di laksanakan dengansepenuh hati yang ikhlas, menurut kajian pengamal ajaran cara ibadah tasawwuf bahwa iblis dan syetan bisa masuk melalui dan menetap pada seluruh bagian tubuh, karena itu perlu di getar dengan dzikirullah, sehingga dzikirullah menetap di tempat itu dengan sendirinya dan tentu saja tidak ada lagi jalan iblis atau syetan untuk dapat memasuki tubuh zahir dan merasuk kedalam bathin manusia untuk membisikkan segala perbuatan jahat yang tercela di hadapan Allah Swt.

Sifat yang masuk pada maqamini setelah dzikir tersebut adalah ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah Swt, dia berilmu sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist Rasululllah Saw, hakikat cahaya pada maqam ini adalah nuurussamawi dan di katakan dengan sunnah dan thariqatnya orang alim dan ma’rifat kepada Allah Swt, puncak pada dzikir ini adalah mati hissi yang perupakan pokok dan mendasari dzikir – dzikir yang lain di atasnya, karena itu para pengamal ajaran ini harus mengkhatamkannya sekurang – kurangnya 11.000 sehari semalam. Dzikir lathaif inilah merupakan senjata paling ampuh untuk mengusir dan membasmi sifat madzmumah yang ada pada 7 (tujuh) lathaif yang di bawahnya, segala sifat madzmumah atau sifat buruk ini di tunggangi oleh iblis dan syetan. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syetan yang lebih menjurus kepada keduniaan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah Swt serta hanya ada padaiblis dan syetan juga pada orang yang tidak beriman.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hambabetul – betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya AllahSwt terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendakNya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiranbathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah Swt, hal demikianlah yangmerupakan nur illahi terbit darihati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah(hadir) bersama Allah Swt. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah Swt, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah Swt, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah Swt… Demikian titik latifah yg ada pd diri kita..

Semoga kita bisa untuk mengamalkannya amin.



sumber :
http://fardan-mdm.blogspot.com/2012/08/tingkatan-maqom-fana-fillah.html
http://ponpesalfithrahgp.wordpress.com/kajian-hikam-ibnu-athoillah-assakandari/bab-2-maqom-seorang-hamba-di-dunia/
http://aarian82.wordpress.com/2012/06/14/7-titik-latifatul/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar