Assalamu'alaikum Warah Matullahi Wabarakatuh ,,,
Tepat Selasa malam Rabu 1 hari seusai malam perayaan Nisyfu Sya'ban saya mencoba kembali menulis tentang Pengertian Puasa Sesungguhnya menurut pendapat Pribadi ,,
Sayup - Sayup terasa angin berhembus dari berbagai arah yang begitu halus meresapi relung - relung jiwa yang menanti akan datang nya Bulan Suci Ramadhon ,, Syahrul Qur'an , Syahrul Qiyam , Syahrul Ibadah , dan segala Syahrul ( Bulan ) Kebaikan ada didalam bulan Ramadhon .
Semasa Rasulullah saw masih hidup sekitar 1400 tahun yang lalu bersama para sahabat yang Sholeh , Menyambut bulan suci Ramadhon ini beliau dan para sahabat mempersiapkan nya 6 bulan sebelum bulan suci ini tiba ,, bayangkan 6 bulan sebelumnya sudah mereka persiapkan dengan matang ,, lantas bagaimana dengan kita ?? Bahkan 2 bulan sebelum datangnya bulan suci ini kebanyakan dari kita tidak mengetahui bulan apakah sebelum bulan Ramadhon ,, Nauzubillah tsumma Nauzubillah ,,
Sebelum kita membahas tentang keutamaan , amalan , yang ada pada bulan suci ramadhon ini alangkah baiknya kita membahas tentang pengertian PUASA itu sendiri , setelah mengerti akan maksud dari PUASA baru kita melangkah lebih jauh membahas tentang Ramadhon ,,
Disini Imem mencoba memberikan pemahaman yang sesederhana mungkin agar dapat kita pahami bersama bahwa Puasa kita bagi menjadi 2 bagian ,, yaitu secara Lughoh ( Bahasa ) dan Istilahan ( Istilah )
Pertama menurut Bahasa :
Dari Bahasa Arab dikatakan AsShoum ( Al Imsak ) yang mana jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah MENAHAN , Menahan merupakan bahasa Indonesia artinya tidak mengerjakan, sinonim dari meninggalkan. semoga bisa dipahami bersama ,,
Kedua menurut Istilah :
As Shoum menurut istilah dalam agama Islam adalah : menahan diri dari yang membatalkan, sejak terbit fajar sehingga terbenamnya matahari, dengan disertai niat dan memenuhi rukun serta syarat syahnya sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Al-Hadits ..
Dari defenisi yang telah Imem sampaikan di atas, baik etimologi ( Bahasa ) maupun terminologi ( Istilah ) bisa ditarik kesimpulan bahwa fokus utama dan inti permasalahan dalam hal puasa ada pada “ menahan diri”. Ok , Bisa Dipahami ? Kita Lanjut Kan ,,
Sesungguhnya Didalam Puasa itu sendiri terdapat 3 tingkatan loh menurut Imam Ghozali ,, Apa Saja kah itu ?
Tingkatan Pertama adalah Puasa Biasa ,
Tingkatan Kedua adalah Puasa Khusus ,
Dan Ketiga adalah Sangat Khusus ,,
He He He ,,
Ok ,, Mari kita bahas 1 persatu tingkatan tingkatan yang ada didalam Puasa itu sendiri ,,
Pertama adalah tingkatan Puasa Biasa, maksudnya adalah menahan diri terhadap makan, minum dan hubungan biologis antara suami istri dalam jangka waktu tertentu.
Kedua adalah tingkatan Puasa khusus, maksudnya adalah menjaga telinga, mata, lidah, tangan serta kaki dan juga anggota badan lainnya dari berbuat dosa.
Ketiga adalah tingkatan puasa yang sangat khusus, maksudnya adalah puasa hati dengan mencegahnya dari memikirkan perkara perkara yang hina dan duniawi, yang ada hanyalah mengingat Allah swt. dan akhirat dan melupakan makhluk tenggelam dalam kefanaan ,, ( Menulis sambil Garuk2 Kepala ) .
Jenis puasa yang saya tulis diatas dianggap batal bila sampai mengingat perkara perkara duniawi selain Allah dan tidak untuk akhirat. Puasa yang dilakukan dengan mengingat perkara-perkara duniawi adalah batal, kecuali mendorong kita ke arah pemahaman agama, karena ini merupakan tanda ingat pada akhirat, dan tidak termasuk pada yang bersifat duniawi.
Jika diantara kita ada yang masuk ke dalam tingkatan Puasa sangat khusus akan merasa berdosa bila hari-harinya hanya terisi dengan hal hal yang dapat membatalkan puasa. Rasa berdosa ini bermula dari rasa tak yakin kita terhadap karunia serta janji Allah swt. untuk mencukupkan dan memberi (dengan) rezeki Nya.
Untuk tingkatan ketiga ini adalah milik atau hanya dapat dicapai oleh para Rasul , para wali Allah dan juga mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri kepada Nya. Tidaklah cukup dilukiskan dengan kata-kata , karena hal tersebut telah menjadi nyata dalam tindakan (aksi kita sehari2 ). Tujuan mereka hanyalah semata mata mengabdi atau menghambakan diri kepada Allah swt, mengabaikan segala sesuatu selain Allah . yang mana Allah firman didalam Alqur'an , " Katakanlah, Allah! Kemudian biarkanlah mereka bermain main dalam kesesatannya.” (Q s. 6 : 91).
Kita melangkah kepada tingkatan yang Khusus dimana tadi sudah kita bahas tentang Sangat Khusus itu untuk kalangan para Rasul dan Wali Allah ,, disini tingkatan khusus adalah di khususkan untuk orang2 yang sholeh ,, dan sering diamalkan oleh orang-orang sholeh itu sendiri ,,
Tingkatan Puasa khusus ini bermakna menjaga seluruh organ tubuh manusia agar tidak melakukan dosa dan tingkatan ini harus pula memenuhi 6 syarat yaitu :
1 . Tidak Melihat Apa yang Dibenci Allah Swt .
Suatu hal yang suci , menahan diri dari melihat sesuatu yang dicela (makruh), atau yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah swt. Nabi Muhammad saw. bersabda, " Pandangan adalah salah satu dari panah-panah beracun milik Syaitan , yang telah dikutuk Allah. Barangsiapa menjaga pandangannya ,, semata mata karena takut kepada Nya , niscaya Allah swt. akan memberinya keimanan, sebagaimana rasa manis yang diperolehnya dari dalam hati. " (H.r. al Hakim, hadis shahih). Dan Jabir meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “ Ada lima hal yang dapat membatalkan puasa seseorang : Berdusta, Mengumpat ( Ghibah ) , menyebar isu ( Namimah ) , bersumpah palsu dan memandang dengan penuh nafsu." dan dalil ini sudah Imem tulis beberapa waktu lalu di Status Fb ,, He he he
.
2 . Menjaga ( LISAN ) .
Menjaga lidah (lisan) dari perkataan sia-sia, Berdusta, Mengumpat ( Ghibah ) , menyebarkan fitnah ( Namimah ) Mengadu Domba , berkata keji dan kasar, melontarkan kata kata permusuhan (Pertentangan dan kontroversi) dengan lebih banyak berdiam diri, memperbanyak dzikir dan membaca serta mengkaji al-Qur'an. Inilah puasa lisan. Said Sufyan berkata, " Sesungguhnya mengumpat ( Ghibah ) akan merusak puasa ! Laits mengutip Mujahid yang berkata, " Ada dua hal yang merusak puasa, yaitu mengumpat dan Berbohong." Rasulullah saw. bersabda, " Puasa adalah perisai. Maka barangsiapa di antaramu sedang berpuasa janganlah berkata keji dan jahil, jika ada orang yang menyerang atau memakimu, katakanlah, Aku sedang berpuasa ! Aku sedang berpuasa'!" (H.r. Bukhari Muslim).
3 . Menjaga Pendengaran ( Telinga ) .
Menjaga pendengaran dari segala sesuatu yang tercela ,, karena setiap sesuatu yang dilarang untuk diucapkan juga dilarang untuk didengarkan. Itulah mengapa Allah swt. tidak membedakan antara orang yang suka mendengar (yang haram) dengan mereka yang suka memakan (yang haram). Dalam al Qur'an Allah swt. berfirman, " Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tiada halal." (Q.s. 5: 42).Demikian juga dalam ayat lain, Allah swt. berfirman, " Mengapa para rabbi dan pendeta di kalangan mereka tidak melarang mereka dari berucap dosa dan memakan barang terlarang ?" (Q.s. 5: 63).Oleh karena itu, sebaiknya berdiam diri dan menjauhi pengumpat. Allah swt. berfirman dalam wahyu Nya, 'Jika engkau (tetap duduk bersama mereka), sungguh, engkaupun seperti mereka ..." (Q.s. 4: 140). Itulah mengapa Rasulullah saw. mengatakan, " Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam 1 dosa." (H.r. at Tirmidzi).
4. Menjaga Sikap Perilaku ( Sikap dan Sifat )
Menjaga semua anggota badan lainnya dari dosa , kaki dan tangan dijauhkan dari perbuatan yang makruh, dan menjaga perut dari makanan yang diragukan kehalalannya (syubhat) ketika berbuka puasa. Puasa tidak punya arti apa apa bila dilakukan dengan menahan diri dari memakan yang halal dan hanya berbuka dengan makanan haram. Barangsiapa berpuasa seperti demikian, bagaikan orang membangun istana, tetapi merobohkan kota. Makanan yang halal juga akan menimbulkan kemudharatan, bukan karena mutunya tetapi karena jumlahnya. Maka puasa dimaksudkan untuk mengatasi hal tersebut. Karena didera kekhawatiran, atau karena sakit yang berkepanjangan, seseorang dapat memakan obat secara berlebihan. Tetapi jelas tidak masuk akal jika kemudian ada yang menukar obat dengan racun. Makanan haram adalah racun berbahaya bagi kehidupan beragama; sedang makanan halal ibarat obat, yang akan memberikan kemanfaatan apabila dimakan dalam jumlah cukup, tidak demikian halnya dalam jumlah berlebihan. Memang, tujuan puasa adalah mendorong lahirnya sikap pertengahan. Bersabda Rasulullah saw, "Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan sesuatu, kecuali lapar dan dahaga saja!" (H.r. an Nasa'i, Ibnu Majah). Ini ada yang mengartikan pada orang yang berpuasa namun berbuka dengan makanan haram. Tetapi ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa, yang menahan diri dari makanan halal tetapi berbuka dengan daging dan darah manusia, dikarenakan mereka telah merusak puasanya dengan mengumpat orang lain. Lainnya lagi menafsirkan bahwa mereka ini berpuasa tetapi tidak menjaga anggota tubuhnya dari berbuat dosa.
5. Menghindari Makan Berlebihan (
Berbuka puasa dengan makan yang tidak berlebihan, sehingga rongga dadanya menjadi sesak. Tidak ada kantung yang lebih tidak disukai Allah swt. selain perut yang penuh (berlebihan) dengan makanan halal. Dapatkah puasa bermanfaat sebagai cara mengalahkan musuh Allah swt. dan mengendalikan hawa nafsu, bila kita berbuka menyesaki perut dengan apa yang biasa kita makan siang hari ? Terlebih lagi, biasanya di bulan puasa masih disediakan makanan tambahan, yang justru di hari-hari biasa tidak tersedia. Sesungguhnya hakikat puasa adalah melemahkan tenaga yang biasa dipergunakan Syaitan untuk mengajak kita ke arah kejahatan. Oleh sebab itu, lebih penting (esensial) bila mampu mengurangi porsi makan malam dalam bulan Ramadhan dibanding malam malam di luar bulan Ramadhan, saat tidak berpuasa. Karenanya, tidak akan mendapatkan manfaat di saat berpuasa bila tetap makan dengan porsi makanan yang biasa dimakan pada hari hari biasa. Bahkan dianjurkan mengurangi tidur di siang hari, dengan harapan dapat merasakan semakin melemahnya kekuatan jasmani, yang akan mengantarkannya pada penyucian jiwa. Oleh karena itu, barangsiapa telah "meletakkan" kantung makanan di antara hati dan dadanya, tentu akan buta terhadap karunia tersebut. Meskipun perutnya kosong, belum tentu terangkat hijab (tabir) yang terbentang antara dirinya dengan Allah, kecuali telah mampu mengosongkan pikiran dan mengisinya dengan mengingat kepada Allah swt. semata. Demikian adalah puncak segalanya, dan titik mula dari semuanya itu adalah mengosongkan perut dari makanan.
6. Menuju kepada Allah Swt dengan Rasa Takut dan Pengharapan.
Setelah berbuka puasa, selayaknya hati terayun ayun antara takut (khauf) dan harap <raja'>. Karena siapa pun tidak mengetahui, apakah puasanya diterima sehingga dirinya termasuk orang yang mendapat karunia Nya sekaligus orang yang dekat dengan Nya, ataukah puasanya tidak diterima, sehingga dirinya menjadi orang yang dicela oleh Nya. Pemikiran seperti inilah yang seharusnya ada pada setiap orang yang telah selesai melaksanakan suatu ibadah.Dari al Hasan bin Abil Hasan al Bashri, bahwa suatu ketika melintaslah sekelompok orang sambil tertawa terbahak bahak. Hasan al Bashri lalu berkata, 'Allah swt. telah menjadikan Ramadhan sebagai bulan perlombaan. Di saat mana Para hamba Nya saling berlomba dalam beribadah. Beberapa di antara mereka sampai ke titik final lebih dahulu dan menang, sementara yang lain tertinggal dan kalah.
Sungguh menakjubkan mendapati orang yang masih dapat tertawa terbahak bahak dan bermain di antara (keadaan) ketika mereka yang beruntung memperoleh kemenangan, dan mereka yang merugi memperoleh kesia-siaan semata . Demi Allah, apabila hijab tertutup, mereka yang berbuat baik akan dipenuhi (pahala) perbuatan baiknya, dan mereka yang berbuat cela juga dipenuhi oleh kejahatan yang diperbuatnya." Dengan kata lain, manusia yang puasanya diterima akan bersuka ria, sementara orang yang ditolak akan tertutup baginya gelak tawa. Dari al Ahnaf bin Qais, bahwa suatu ketika seseorang berkata kepadanya, "Engkau telah tua; berpuasa akan dapat melemahkanmu." Tetapi al Ahnaf bahkan menjawab, "Dengan berpuasa, sebenarnya aku sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang. Bersabar dalam menaati Allah swt. tentu akan lebih mudah daripada menanggung siksa Nya."Demikianlah, semua itu adalah makna signifikan puasa.
Sekarang Kita mungkin mengatakan, "Dengan menahan makan, minum dan nafsu seksual ( Sex ) , tanpa harus memperhatikan syarat batin itu sudah sah. Menurut pendapat para ahli fiqih juga demikian, bahwa puasa yang bersangkutan sudah dapat dikatakan memenuhi syarat, sudah sah. Lalu mengapa kita harus repot repot see ? " Kita harus menyadari bahwa para ulama fiqih telah menetapkan syarat-syarat lahiriah puasa dengan dalil-dalil yang lebih lemah dibanding dalil dalil yang menopang perlunya ditepati syarat syarat batiniah. Misalnya saja tentang mengumpat dan yang sejenis.
Bagaimanapun perlu diingat , bahwa para ulama fiqih memandang batas kewajiban puasa dengan hanya mempertimbangkan pada kapasitas orang awam yang sering lalai, mudah terperangkap dalam urusan duniawi. Sedangkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan tentang hari Akhir, akan memperhatikan sungguh-sungguh dan memenuhi dengan syarat batin, sehingga ibadahnya sah dan diterima. Hal demikian itu mereka capai dengan melaksanakan syarat-syarat yang akan mengantarkannya pada tujuan. Menurut pemahaman mereka, berpuasa adalah salah satu cara untuk menghayati salah satu akhlak Allah Swt, yaitu tempat meminta (shamadiyyah), sebagaimana juga contoh dari para malaikat, dengan sedapat mungkin menghindari godaan nafsu, karena malaikat adalah makhluk yang terbebas dari dorongan serupa.
Sedangkan manusia mempunyai derajat di atas hewan, karena dengan tuntunan akal yang dimilikinya akan selalu sanggup mengendalikan nafsunya, namun dia inferior (sedikit lebih rendah) dari malaikat, karena masih dikuasai oleh hawa nafsu, maka ia pun harus mencoba untuk mengatasi godaan hawa nafsunya.Kapan pun manusia dikuasai oleh hawa nafsunya, maka ia akan terjatuh dalam tingkatan yang terendah, sehingga tidak ada tempat lagi selain bersama hewan. Kapan pun ia mampu mengatasinya, maka ia akan terangkat ke tingkatan para malaikat.
Malaikat adalah makhluk yang paling dekat dengan Allah swt, karenanya malaikat pun menjadi contoh bagi makhluk yang ingin dekat dengan Allah. Tentu dengan segala ibadah akan menjadikan diri semakin dekat dengan Nya. Hanya saja bukan dalam pengertian dekat dalam dimensi ruang, tetapi lebih pada kedekatan sifat.
Jika demikian itu adalah rahasia puasa bagi mereka yang memiliki kedalaman pemahaman spiritual, apakah manfaat menggabungkan dua (porsi) makan pada waktu berbuka, seraya memuaskan nafsu lain yang tertahan ketika siang hari. Dan kalaulah demikian, lalu apa makna Hadis Nabi saw. yang berbunyi, "Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapat sesuatu selain lapar dan dahaga ?"
Wasalam
Imem Muzayyan Bin Ya'kub AlQadrie
Pelajar Univ. Al Azhar Cairo Fak. Theology Islam ( Ushuluddin )